Benda Bertua, Kisah ini adalah pengalaman gaib nyata dari Sarwanti. Semasa di SMA dia tersesat di hutan Jati Kalibalang. Sembilan temannya mati karena makan daging ular siluman. Dia sendiri selamat, namun harus menjalani kutukan…
SARWANTI adalah gadis kampung di desa kecil di wilayah Palas, Lampung Selatan. Tinggi gadis berkulit kuning langsat ini 160 cm, berwajah manis, dengan rambut ikal sebatas bahu. Sarwanti merupakan anak bungsu dari tiga bersaudara.
Marsono, ayah Sarwanti, hanyalah seorang petani kecil, sedangkan Sudarmi, ibunya, hanyalah seorang pedagang pakaian bekas di pasar Warangan, pasar paling besar di daerah Palas. Jangankan memiliki mobil, rumah yang mereka tempati saja marupakan warisan dari sang nenek. Jangankan makan di restoran, makan nasi lauk ikan asin saja sudah senang sekali.
Kendati keadaan mereka pas-pasan, hidup Sarwanti bersama ke-2 orang tuanya dan saudaranya sangat tentram dan bahagia. Walaupun mereka hidup dalam kemiskinan, Marsono dan Sudarmi lebih mengutamakan pendidikan yang tinggi untuk anak-anaknya. Mereka semua mendapatkan beasiswa.
Kejadian yang berhubungan dengan dunia gaib terjadi pada diri Sarwanti saat ia duduk di bangku SMA. Kala itu ada kegiatan RAIMUKA yang diadakan sekolah tingkat SMA se-Kabupaten Lampung Selatan.
RAIMUKA merupakan salah satu kegiatan ekstra kurikuler yang berhubungan dengan pramuka. Ada salah satu wakil dari sekolah Sarwanti yang tidak ikut, yaitu Nurhayati. Entah mengapa Sarwanti yang ditunjuk menggantikannya.
Sebenarnya Sarwanti tidak terlalu hobi dalam pramuka, tapi karena ditunjuk sebagai pengganti mewakili sekolah, apa boleh buat ia lakukan juga.
Dalam acara RAIMUKA itu ada kegiatan Napak Tilas masuk hutan Jati Kramangan, Rejomarbun. Mungkin kurang konsentrasi saat dijelaskan kakak Pembina atau memang belum berpengalaman dalam jelajah hutan, Sarwanti bersama temannya kehilangan jejak. Team mereka terdiri dari 3 orang termasuk Sarwanti wakil dari SMA-nya, dan 7 orang lainnya dari SMA yang berbeda.
Walaupun mereka beda sekolah yang namanya tersesat dalam hutan selama 10 hari, mereka menjadi akrab dan saling menolong, kerjasama dan saling melindungi. Waktu itu Sarwanti masih duduk di bangku kelas 1. Anggota Team Napak Tilas di hutan Jati Kramangan, Rejomarbun, yang terdiri dari 10 orang itu campur antara kelas 1, 2 dan 3.
Sudah lebih dari delapan hari mereka tersesat di dalam hutan. Mereka beristirahat di dekat danau yang airnya sangat tenang dan jernih. Sementara perbekalan yang mereka bawa sudah habis dan beberapa anak kelihatan sangat lelah. Ketua team yang bernama Eko memiliki inisiatif mencari ikan di danau sekitar untuk mengisi perut agar memiliki stamina guna melanjutkan perjalanan pulang.
Sarwanti terduduk lemas di dekat pohon jati sambil melamun memandang jauh ke tengah hutan.
“Wanti, sudah sana kamu kumpul sama teman-teman yang lain,” ucap Eko pada Sarwanti. “Kamu nggak usah cemas begitu. Kita pasti bisa keluar dari hutan jati ini. Oke!” tambahnya.
“Asalkan kita kompak dan tenang, pasti bisa berpikir jernih sehingga dapat menemukan jalan keluar,” bujuk Eko pula pada anggota team lainnya.
Sarwanti memandangi wajah Eko dalam-dalam. Pemuda ganteng yang duduk dikelas 3 SMA itu mulai pasrah pada keadaan yang akan terjadi selanjutnya.
Dengan langkah gontai, Sarwanti mendekati teman-temannya. Beberapa menit kemudian ia menghentikan langkah kakinya dan ia merebahkan tubuhnya di atas batu panjang persegi seukuran papan tulis di sekolah.
Tak berapa lama Eko dan Radit kembali. Mereka datang menawarkan daging landak yang sudah matang pada mereka. Eko dan Radit mengatakan bahwa mereka tak mendapatkan seekor ikan pun di Danau Jati. Terpaksa mereka mencari hewan lain untuk mengisi perut.
Semua teman-teman Sarwanti makan daging landak tersebut, sedangkan Sarwanti tampak ogah-ogahan, karena seumur hidupnya baru kali itu ia mendapati daging binatang yang memiliki bulu-bulu yang runcing, yang merupakan juga sebagai senjata pelindung dari binatang tersebut. Lagi pula bukan Sarwanti tidak mau, tapi di dalam keluarganya ada tradisi untuk tidak mudah memakan makanan yang diberikan oleh orang yang belum lama dikenal.
Meskipun Eko baik, tapi Sarwanti belum terlalu mengenalnya karena beda sekolahan dengannya. Kalaupun Sarwanti mengenalnya mungkin hanya di RAIMUKA itu.
Sampai esoknya Sarwanti juga tak makan, kecuali sekedar minum beberapa teguk air air danau yang lebih dulu direbus.
“Wanti, kamu jangan bersikap seperti itu. Kenapa kamu nggak mau makan daging landak bakar ini? Dagingnya enak kok. Lagipula kalau kamu nggak makan, nanti kamu bisa sakit!” ucap Ferdian dari SMA 1 pada Sarwanti.
“Maafkan aku, Kak. Tapi aku belum yakin daging binatang apa yang kalian makan itu!” jawab Sarwanti sekenanya.
Ajeng yang satu sekolahan dengan Sarwanti mendekatinya. Mungkin dia tak enak dengan teman-teman yang lainnya, apalagi yang beda sekolahan dengan mereka. Ajeng lalu membujuk Sarwanti agar mau makan daging landak bakar itu. Namun Sarwanti tetap pada pendiriannya. Tidak mau menyentuh makanan itu.
Singkat cerita, keesokkan harinya memasuki hari ke-10 mereka tersesat dalam hutan Jati Kramangan, tiba-tiba kompas hidup sehingga mereka dapat menemukan jalan keluar. Kurang lebih satu jam perjalanan mendadak Eko menghentikan langkah mereka.
“Teman-teman berhenti dulu!” katanya. “Aku mau ngomong sesuatu,” ucap Eko lagi secara mendadak.
“Ada apa lagi, Kak. Apa kompasnya mati lagi?” tanya Ajeng sedikit cemas.
“Bukan, bukan itu!” jawab Eko agak ragu.
“Begini, sebenarnya yang kalian makan kemarin itu bukanlah daging landak, tapi daging ular cobra yang ada di dekat danau. Aku terpaksa berbohong karena aku pikir kalau aku jujur kalian nggak bakalan mau makan daging itu, sementara selaku ketua team di sini, aku sangat mengkhawatirkan kalian semua yang sudah hampir tiga hari sama sekali tidak mengisi perut,” kata Eko menjelaskan pada Sarwanti dan teman-teman.
Sesungguhnya mereka semua mau marah, namun setelah mereka pikir lebih dalam lagi ya sudahlah, semua sudah terjadi tak masalah dengan daging ular tersebut. Lagian, menurut teman-teman Sarwanti, rasanya enak juga. Di berbagai kawasan di Lampung ada tongseng ular cobra dijual bebas, toh juga tidak apa-apa.
Sebulan kemudian setelah peristiwa itu terjadi hal-hal aneh pada teman-teman Sarwanti, yang satu team masuk hutan Jati Kramangan. Ajeng meninggal dengan suhu tubuh naik drastis, sering mengigau di waktu malam.
Demikian juga dengan Eko, Radit dan Ferdian, sementara yang lainnya tak jauh berbeda keadaannya. Satu persatu dari mereka mati dengan kondisi tubuh yang amat mengerikan.
Ada yang kulitnya bersisik selama enm hari, lalu mengalami kejang-kejang baru keesokan harinya meninggal secara mengenaskan. Ada juga yang berteriak-teriak seperti orang kepanasan. Pokonya bertingkah yang aneh-aneh.
Setelah ke-9 anak meninggal, malam harinya Sarwanti mimpi didatangi ular besar hitam keemasan yang tiba-tiba saja berubah wujud menjadi laki-laki yang sangat tampan.
“Teman-temanmu harus mendapat hukuman yang setimpal atas perbuatan mereka yang telah membunuh, menguliti, membakar, lalu memakan daging istriku, aarrrgghhh…” kata siluman ular, membuat tubuh Sarwanti menggigil hebat.
“Kamu tidak kubunuh, tapi aku mengutukmu selama 10 tahun. Dan pada malam-malam tertentu kamu harus mau menggantikan tugas istriku selama sepuluh tahun tersebut, ssssssshhhttttttt…..” tambahnya dengan mendesis.
Rupanya lelaki itu adalah suami dari Siluman Ular hutan Jati Kramangan. Sarwanti tertegun, diam dan lemas. Dan, mimpi itu sungguh menjadi kenyataan. Selama 10 tahun, disetiap tahunnya, persisnya selama 10 hari di bulan yang sama dengan bulan ketika Sarwanti dan teman-temannya tersesat di hutan Jati Kramangan, maka kulit gadis ayu tersebut mendadak bersisik seperti kulit ular.
Kadang-kadang Sarwanti juga mendesis-desis seperti seekor ular. Jadi, kurang 10 hari pasti Sarwanti mengurung diri di dalam rumahnya. Kalau pun terpaksa keluar hanya bisa pada malam hari saja, siangnya Sarwanti selalu mengompres tubuhnya dengan bongkahan es batu, karena suhu tubuh yang berubah sangat panas.
Tak diduga sebelumnya, perubahan pada kulit tubuh Sarwanti pada bulan-bulan tertentu di setiap tahunnya ternyata malah malah membawa hoki bagi diri Sarwanti, terutama dalam hal keuangan.
Setamat SMA sambil menjalani kuliah Sarwanti diterima bekerja di sebuah lembaga bahasa asing yang ternama di Bandar Lampung. Waktu senggang bisa ia gunakan untuk berbisnis kosmetika juga mengkriditkan pakaian untuk teman-teman sekampus ataupun ibu-ibu dan remaja puteri di lingkungannya. Sepertinya bisnis apapun yang ia lakukan berjalan mulus dengan kemajuan yang cukup pesat.
Setamat dari STKIP Sarwanti bersama Junia, temannya, mendirikan sebuah lembaga Bahasa Inggris, di mana Sarwanti menjabat sebagai direkturnya. Sarwanti juga mengadakan kerjasama dengan beberapa PJTKI dalam memberikan les bahasa Inggris.
Lambat laun usaha Sarwanti berkembang kian pesat, bahkan telah mampu membuka cabang di luar kota. Dalam jangka waktu sekitar 4 tahun Sarwanti sudah mampu memiliki rumah sendiri, mobil dan juga perabot rumah yang semuanya serba lux.
Di usia 30 tahun, Sarwanti sudah memiliki segalanya dan dipandang sebagai gadis kaya untuk ukuran seorang gadis di desanya. Dan tak terasa, rupanya 10 tahun Sarwanti telah menjadi isteri (gaib) siluman ular hutan Jati Kramangan.
Cuma yang menjadi problem bagi diri Sarwanti, jika ada lelaki yang naksir dan hendak menikahinya atau menjadikan Sarwanti isterinya, maka lelaki itu selalu mati sebelum pernikahan itu dilangsungkan.
Terhitung sudah ada lima orang lelaki semenjak tamat SMA, kuliah hingga memiliki usaha sendiri. Rasanya Sarwanti sudah lelah untuk berkeinginan menikah.
Awal tahun 2013 yang lalu kutukan itu telah selesai ia jalani. Kulit Sarwanti tidak lagi bersisik dan gadis yang memiliki keindahan ragawi nan memikat itu bisa leluasa keluar pada siang hari tanpa takut kulitnya terasa panas hendak melepuh seperti sebelumnya. Bukan itu saja, Sarwanti juga tidak akan lagi mendesis-desis seperti layaknya seekor ular.
Sarwanti menjadi yakin bahwa kutukan itu telah berakhir dan benar-benar hanya 10 tahun yang harus ia jalani sesuai ucapan siluman ular hutan Jati Kramangan itu.
Akhir tahun 2013 yang silam Sarwati telah menjalin hubungan serius dengan Robert McCarty, seorang pengusaha garmen asal Jerman yang telah dua tahun tinggal di Bali. Dia sangat mengagumi keindahan Indonesia, terutama Bali. Perkenalan dengan lelaki handsome asal Jerman itu terjadi karena Sarwanti sering ke Bali dalam rangka ujian Practice Conversation untuk anak-anak diri Sarwanti.
Sarwanti selalu berdoa, kalau memang lelaki itu adalah jodohnya, Tuhan pasti akan menyatukan cinta mereka. Tapi jika lelaki bule itu akan bernasib malang, yaitu meninggal seperti lima orang laki-laki yang pernah menjalin hubungan dengannya, mungkin ini adalah bagian takdir yang harus Sarwanti jalani. Namun, gadis cantik ini berusaha yakin bahwa kini ia sudah terbebas dari kutukan siluman ular hutan Jati Kramangan tersebut. Kini semuanya ia pasrahkan pada Tuhan Yang Maha Kuasa.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar