Kisah Misteri : Genderuwo Belang Penghuni Sumur Tua


Lama tidak update kita akan bercerita tentang GENDERUWO Penghuni Sumur Tua, selamat membaca – Sepak terjang jin yang suka mengumbar nafsu syahwat terhadap manusia sudah sering diungkap di media cetak maupun media elektronika. Dan hingga kini, kontroversi hubungan intim mahluk dari dua dunia masih terus bergulir. 

Ada yang menyatakan bisa, tapi, banyak pula yang menyatakan tidak mungkin! Sebagian sosok yang gemar menggeluti dunia supranatural berkomentar, “Mustahil jin akan mampu mengintimi atau diintimi oleh manusia saat dirinya masih berwujud jin. Oleh karena itu, orang bisa mengintimi atau diintimi jin saat dia telah maujud menjadi manusia.”

Terlepas dari kontroversi dan pendapat yang beredar di tengah-tengah masyarakat, pada penghujung tahun lalu, di  Di Desa Sleman, Kecamatan Sliyeg, Kabupaten Indramayu, Jawa Barat, pernah dihebohkan oleh suatu peristiwa kejahatan seksual yang dilakukan oleh jin kafir atau biasa dijuluki Genderuwo Belang terhadap seorang ibu muda beranak dua.

Menurut tutur yang berkembang, di antara puluhan jenis jin, maka, Genderuwo Belang tercatat yang paling gampang tergoda birahinya terhadap kaum wanita dari bangsa manusia. Jadi bukan hal yang  aneh jika jin kelas rendahan ini lebih memilih untuk tinggal di dalam sumur tua atau pohon kawak di sekitar pemukiman penduduk.

Dan kali ini, yang menjadi korbannya adalah yang bernama Ny. Wati, 28 tahun, sebut saja begitu. Perempuan bertubuh sintal ini adalah merupakan isteri dari Ngadino, 36 tahun, dan sekaligus ibu dari dua orang anak. Kurniasih, 10 tahun dan Rita, 2 tahun. Menurut penuturannya kepada Misteri, sebelum tinggal di Sleman, suami-istri yang sama-sama tamatan SLTA ini selama 15 tahun tinggal di Unit Pemukiman Transmigrasi (UPT) Gajah Mati, Desa Karak, Kecamatan Bungo, Kabupaten Bungo, Sumatera Selatan.

Ya … Wati yang lahir di Indramayu dan Ngadino asal Tegal, Jawa Tengah itu ikut orangtua masing-masing sebagai transmigran di Sumatera Selatan. Bak asam di gunung garam di laut bertemu dalam belanga, meski beda UPT, tetapi, dua anak muda itu saling jatuh cinta dan menikah di tanah perantauan. Di tengah-tengah kerimbunan ladang cengkeh, cinta kasih keduanya membuahkan dua orang putri yang cantik-cantik dan lucu.

Dan ketika Rita berusia setahun, kakek Wati meminta dia segera  pulang ke Indramayu untuk mengelola pabrik beras pusaka peninggalan keluarga mereka secara turun-temurun. Dan setelah mendapatkan izin dan restu ari kedua orang tua masing-masing, akhirnya, Wati bersama suami serta kedua anaknya pulang ke kampung halamannya. 

Indramayu, tepatnya di Sleman. Di tempat yang baru, Wati bersama keluarganya menempati rumah mungil yang bangunannya menyatu dengan huller. Sebutan untuk pabrik beras. Sebagai putri daerah, dalam waktu yang tak begitu lama, Wati pun langsung akrab dengan warga sekitarnya. Begitu juga Ngadino yang ramah dan rajin sholat berjamaah di mesjid. 

Bahkan, hanya dalam waktu beberapa bulan, Ngadino telah dipercaya untuk menjadi pengurus Jamiyah Al Waqiah guna mendampingi Ustadz Busro yang mulai uzur serta sudah terlalu lama menjadi pucuk pimpinan kelompok keagamaan di desa tersebut.

Secara kebetulan, sepanjang lima tahun terakhir, panen musim tanam rendeng dan musim tanam gadu tahun lalu adalah yang paling bagus hasilnya. Sudah barang tentu, huller yang dikelola Wati pun menjadi amat ramai. Sebab setiap kali memasuki penen raya, selain melayani masyarakat setempat, sejak dulu, huller tersebut juga melayani kontraktor pengadaan beras Bulog. Seperti biasa, setelah dikurangi bahan bakar minyak dan upah kuli, sesuai perjanjian, uang yang masuk pada tiap harinya langsung dibagi dua. 40 persen masuk dompet Wati, sementara yang 60 persen menjadi hak pemilik huller.

Sebagai lelaki yang ulet dan enggan berpangku tangan, untuk menambah penghasilan, Ngadino pun ngobyek gabah dari rumah ke rumah petani baik yang tinggal di satu desa setempat maupun ke luar wilayah Kecamatan. Sementara, huller dioperasikan oleh lima orang karyawannya. Seperti biasanya, gabah yang dibeli dari petani dan telah digiling menjadi beras lalu dibeli kontraktor pengadaan Bulog dengan selisih harga yang cukup besar.

Tak pelak, tiap harinya, Ngadino pun lebih banyak di luar rumah.   Wati yang mafhum terhadap keberhasilan dan keuletan suaminya benar-benar amat menikmati keadaan itu, sebagai wanita normal, dia merasa terpuaskan manakala perhiasan emas melilit leher jenjangnya serta melingkari lengan dan jari jemarinya.

“Pokoknya secara ekonomi, perubahannya amat drastis ketimbang kami masih tinggal di Sumatera,” aku Wati kepada Misteri.

Siang itu hujan mengguyur sangat deras selang beberapa jam setelah keberangkatan Ngadino ke luar Kecamatan untuk ngobyek gabah. Para kuli pun dengan tergesa-gesa mengamankan jemuran gabah yang terhampar di halaman huller. Dan setelah gabah sudah berhasil ditutup terpal pastik, mereka pun bergerombol di dalam huller sambil minum kopi dan berbincang ngalor-ngidul.

Sementara itu dapur, Wati sedang sibuk menyiapkan makan siang buat mereka. Dan untuk menghindari kejenuhan, Wati sengaja mendengarkan radio FM yang diletakannya di atas meja dapur. Agaknya, lantunan lagu-lagu dangdut dan celoteh humor sang penyiar radio mampu meredam suara guyuran hujan di atas genteng.

Sambil bersenandung kecil mengikuti lagu dangdut yang tengah dilantunkan, jemari Wati pun dengan lincahnya menyiangi sayur dan daun polong. Di atas kompor, kini, minyak di dalam wajan mendesis-desis dan berubah riuh manakala sisiran daun polong dan bumbu dimasukkan ke dalamnya.

Seketika, bau gurih bumbu lodeh langsung memenuhi kamar dapur yang lumayan sempit itu, tak berapa lama kemudian, cincangan sayur dan wortel pun dimasukkan ke dalam bumbu ditambah segayung air dari gentong. Ketika dari corong radio 2 band, terdengar suara sang penyiar menyatakan akan menutup acara dangdut untuk diganti acara pop dengan penyiar yang lainnya, karena kurang suka lagu pop, Wati pun bermaksud menggeser ke frekuensi lain yang menyuguhkan acara dangdut.

Bertepatan dengan memutar badan untuk menghampiri radionya, wanita berparas cantik itu seketika terlonjak kaget. Rupanya, tanpa disadari, sejak tadi dia sedang diperhatikan oleh suaminya, Ngadino yang bersandar pada kusen pintu dapur. Setelah sirna dari rasa terkejutnya, buru-buru, Wati melempar senyum ke arah suaminya sambil melontarkan pertanyaan ringan.

“Kok buru-buru pulang Kang? Gabahnya sudah dapat belum”, tanya Wati dengan manja.
“Cari gabahnya nanti saja. Aku sengaja pulang karena sudah tak tahan,” jawab Ngadino sambil menyeringai penuh arti dan melangkah menghampiri isterinya.

Seketika, Wati membalas pelukan suaminya dengan gerakan manja dan telapak tangannya mendarat di pundak suaminya. Sejenak kening Wati berkerut. Dia benar-benar merasa aneh, sementara hujan di luar begitu lebat, tetapi, kenapa baju suaminya tidak basah. Kenakalan tangan Ngadino, seketika mampu menepiskan kecurigaan itu. Bahkan, dengan manja Wati pun bergayut di pundak Ngadino dan keduanya beriringan menuju kamar tidurnya.

Wati sempat melirik ke serambi rumahnya. Dia melihat Bik Inah, isteri salah seorang karyawannya sedang mengasuh Rita, sedang Kurniasih masih di sekolah.

Tidak seperti biasanya, kali ini, Wati benar-benar dibuat benar-benar terkapar oleh suaminya. Selain ganas, hampir satu jam suaminya baru tuntas. Bertepatan dengan usainya pertarungan birahi, sontak, hidung Wati mencium bau sangit hingga dengan bergegas ia  meninggalkan ranjangnya menuju dapur. Wati dibuat geram manakala menemukan sayur lodehnya nyaris menjadi arang dengan asap yang menggumpal. Sambil menggerutu, Wati terpaksa memasak lagi sayur lodehnya sebelum mandi besar.

Menjelang Maghrib, truck penuh karung gabah memasuki halaman huller. Dengan sigap, Ngadino mengatur kuli agar segera membongkar muatan, setelah itu, ia bergegas memasuki ruang tamu. Di serambi dia berpapasan dengan istrinya yang tampak cerah.

“Untung aku datang lebih pagi, telat sedikit saja pasti sudah disabet orang lain. Juragan itu butuh uang banyak untuk menerbangkan anaknya ke Korea sehingga menjual semua hasil panennya. Rezeki nomplok, Nok,” demikian celoteh Ngadino di depan istrinya.

Wati balas memuji keberhasilan suaminya dengan kening berkerut. Ya, dia pantas bingung mendengar celoteh suaminya. Bagaimana bisa ngomong pagi-pagi, sementara pukul 10 lewat suaminya baru berangkat lagi mencari obyekan gabah seusai berhubungan intim dengannya. Apakah salah mengucap ataukah sekadar melampiaskan rasa bangganya atas perolehan gabah yang memang sangat banyak.

Keanehan demi keanehan terus mengisi ruang pikiran Wati, terutama kebiasaan baru suaminya, berangkat pagi buta dan pulang lagi pukul 9 atau 10 hanya untuk berhubungan badan kemudian berangkat lagi ngobyek gabah ke luar Kecamatan. Malamnya, akibat serangan kantuk yang sangat sulit ditepiskan, membuat hasratnya musnah terhadap sentuhan jemari Ngadino serta bisikan lembut pada daun telinganya.

Beruntung, Ngadino mau berlapang dada atas penolakan Wati yang memang tampak amat mengantuk di balik selimutnya.
Seperti pagi-pagi yang lalu, sebelum memulai aktivitas di dapur, Wati terlebih dulu mencuci beras di sumur yang terletak di belakang huller. Walau sumur tua, namun airnya jarang kering serta sejernih air ledeng.

Semasa masih ingusan, Wati sudah biasa menimba air untuk mandi di sana. Kali ini, sambil menurunkan ember plastik, sepasang mata Wati

terus mengikutinya hingga pantat ember menyentuh permukaan air sumur. Saat itu, ada getaran kuat dan sangat ganjil merasuki bathinnya. Ya … getaran hasrat wanita dewasa terhadap lelaki yang amat dicintainya. Begitupun ketika menenteng bakul berisi cucian beras di pinggang kanan dan tangan kiri menenteng ember berisi air, Wati merasa seolah ada sepasang mata menatap punggungnya. Didorong penasaran, dia langsung  menoleh ke belakang. Tak ada yang berubah, di sana hanya ada sumur tua. Tak ada siapa pun selain kesunyian yang mistis.

Keanehan lainnya, hari-hari terakhir ini entah kenapa Wati begitu gampang terbuai oleh lamunan. Pikirannya kosong. Hanya dipenuhi oleh hayalan masa lampau yang menari-nari dengan ritmis lembut dalam ruang jiwanya. Selain gampang terbuai lamunan, emosinya pun sangat mudah terpancing. Terkadang spontan marah tanpa sebab dengan sasaran siapa saja yang ada di dekatnya. Tidak terkecuali Kurniasih bahkan si bungsu yang masih polos.

Lamunannya buyar akibat suara langkah kaki di belakangnya. Buru-buru dia menoleh ke belakang. Dan beberapa langkah di belakangnya berdiri Inah dengan tatapan ganjil. Inah pun menyapa majikannya dengan nada iba dan penuh kasih.

“Kalau boleh, biar saya saja yang menyiapkan makan siang. Bu Wati kelihatan pucat sekali, jangan-jangan Ibu sedang sakit,” kata Inah.
“Tidak perlu repot, Rita mana?” Ujar Wati sambil bertanya.
“Lagi ditemani Kang Trisno di huller,” jawab Inah tetap sambil menunduk.
“Jangan ganggu suamimu, bukankah dia sedang bekerja. Sudah
Sana,” bentak Wati.

Inah tertegun beberapa saat. Baru kali ini dia melihat majikannya berlaku sekasar itu. Tanpa disuruh dua kali, Inah langsung meninggalkan dapur menuju huller. Belum lagi kejengkelan itu hilang, kembali Wati dikejutkan suara langkah kaki di belakangnya. Kali ini dia sudah tidak mau kompromi lagi  terhadap Inah. Sambil memutar badan dia bersiap-siap membentak. Tapi apa daya, suaranya tersangkut di kerongkongan.

Beberapa langkah di depannya berdiri Ngadino dengan tatapan penuh hasrat. Dan kali ini, untuk pertamakalinya dia menegur suaminya yang doyan menyusup ke dapur saat dirinya mulai memasak. Wati tidak mendapat jawaban selain rengkuhan hangat dari Ngadino. Jika sudah direngkuh seperti itu, maka, hasrat kewanitaannya langsung terpancing. Hingga tanpa banyak pertanyaan lagi, Wati pun langsung mengikuti langkah suaminya menuju peraduan.

Seperti biasa, cumbuan yang panas pun terjadi. Kini, pakaian keduanya mulai tercecer di lantai. Dan di balik selimut, mulut dan tangan keduanya sibuk dengan aktivitas birahi yang bergelora. Pada detik-detik selanjutnya, yang terdengar hanyalah erangan dan rintihan dari celah bibir Wati mengimbangi orang yang dicintainya tengah mengayuh kenikmatan.

Setengah jam berlalu begitu cepat, dan kain selimut sudah melorot ke lantai. Kini keduanya mengayuh kenikmatan tanpa selembar penutup pun. Sebelum puncak birahi berhasil dicapai, daun pintu didobrak dari luar disusul cairan bening yang mengguyur punggung Ngadino dan sebagian membasahi dada Wati.

Hanya dalam hitungan detik setelah diguyur air bening, sontak, Wati merasakan ketakutan luar biasa. Betapa tidak, sosok laki-laki yang ada di atas tubuhnya menggeram sangar dan tubuhnya bertambah berat menindihnya. Sebelum Wati sadar dengan apa yang telah terjadi, lengannya dibetot sangat kuat hingga tubuhnya terseret ke atas lantai.

Secara reflek, Wati buru-buru menyambar kain selimut untuk menutupi tubuh polosnya.  Seketika Ngadino merengkuh tubuh Wati dengan penuh kasih. Sementara, di sampingnya tampak Ustadz Busro yang terus menerus membacakan ayat suci dengan ritme sangat cepat.

Sementara di atas ranjang yang ada bukan Ngadino, melainkan sosok bugil sangat mengerikan. Tubuhnya begitu besar nyaris memenuhi permukaan ranjang. Dan yang paling mengerikan adalah bentuk wajahnya. Wajah dan tubuhnya berkulit Zebra, berambut gimbal juga menguarkan bau apek yang teramat menyengat dan memenuhi ruang kamar tidur itu.

Makhluk menyeramkan itu menggerung-gerung histeris, karena kesakitan yang tak teranggungkan. Pada bagian punggung yang terkena siraman air mengepulkan asap bak air raksa yang melelehkan logam. Dan pelan-pelan makhluk itu duduk di atas ranjang dengan kepala nyaris menyentuh penyangga kelambu.

“Tidak kusangka, engkau ternyata Genderuwo Belang terkutuk!” Bentak Ustadz Busro.
“Hrrrhh … ampoooun … ampouun menusaaa. Hanaaas …
hanaaasss!”

“Baik, engkau saya ampuni. Tapi, sebelum saya lepas, ada syarat yang harus kamu kerjakan. Sanggup?!” Tanya Ustadz Busro.
“Hatakan menusa. apa syaratnya?”

“Pertama, bersihkan segala kotoranmu yang ada pada Bu Wati. Kedua, tinggalkan sumur tua itu dan jangan ulangi perbuatan bejatmu kepada wanita manapun dari bangsa manusia. Lakukan syarat itu, lekas!” Bentak Ustadz Busro.

Makhluk itu lenyap dalam sekejap, seiring Wati seolah merasakan ada sengatan listrik yang keluar dari alat vitalnya. Akibatnya, Wati pun terkulai tak sadarkan diri dalam pelukan suaminya. Ngadino.
Wati tak sadarkan diri nyaris seharian dan baru siuman bertepatan dengan lantunan adzan Maghrib dari corong mesjid.

Semoga pembaca sekalian dapat mengambil hikmah dari cerita ini, betapa, iblis tak jemu-jemu menggoda manusia sampai akhir dunia tiba.

Kisah Misteri : Ritual Mistik di Goa Gunung Selok


Gunung selok sebenarnya merupakan area hutan yang di kelola oleh Perum Perhutani KPH Banyumas Timur. Seluas 236, 7 Ha yang merupakan sebuah bukit yang ada di wilayah Desa Karangbenda Kecamatan Adipala dengan ketinggian 0 sampai dengan 150 meter diatas permukaaan laut. Untuk menuju gunung selok dapat dicapai dengan kendaraan penumpang bus atau angkutan pedesaan atau kendaraan pribadi dari terminal Adipala. Gunung selok merupakan wisata yang nyaman mengasyikan dan unik, karena lokasi ini menyajikan perpaduan keindahan alam berupa hutan bukit goa-goa alam Benteng peninggalan jepang yang konon ada 25 benteng dan pantai laut selatan.

Wisatawan yang datang berkunjung biasanya mempunyai minat bersiarah atau ingin bersemedi di petilasan atau makam atau di goa-goa yang ada . Petilasan yang banyak di kunjungi dan dianggap keramat adalah Padepokan Jambe Lima dan Padepokan Jambe Pitu. Padepokan Jambe Lima atau Cemara Seta yang di ketemukan oleh Eyang Mara Diwangsa yaitu saudara Patih Cakraningrat yaitu ayah kandung Cakrawerdaya Bupati Cilacap Pertama, padepokan yang terdapat di puncak bukit sangat baik untuk bersemedi .

Menurut legenda masyarakat setempat konon Padepokan Jambe Lima dahulu dahulu merupakan markas pendekar-pendekar sakti pengawal bunga sakti Kembang Wijaya Kusuma yaitu sekuntum bunga lambang kebesaran raja-raja Jawa dimasa lampau. Untuk mendapat bunga tersebut harus orang harus mendapat ijin dari ketua pengawal yang bernama Kyai Jambe Lima .

Kyai Jambe Lima mempunyai empat anggota seorang diantaranya sebagai wakil ketua yaitu Pak Cilik Sukmoyo Renggo sedang yang tiga anggota lainnya adalah Kyai Kampret Ireng (Tunggul Wulung ), Kyai Sambung Langu (Anggaswati ) Kyai Wesi Putih (Sang Hyang Jati ). 

Alkisah suatu hari pada tahu 1676 kerajaan Mataram jatuh ke Trunajaya . Kemudian Pangeran Adipati Anom mengangkat diri sebagai raja menggantikan ayahnya yaitu Sunan Amangkurat I yang meninggal di Ajibarang dan di makamkan di Tegal Arum.

Adipati Anom bergelar Amangkurat II yang mengutus seorang kepercayaannya bernama Ki Suropati untuk mencari kembang wijayakusuma untuk mengukuhkan kedudukanya sebagai raja mataram .
Selain Adipati Anom, Pangeran Puger (adik Adipati Anom) yang mengangkat dirinya sebagai raja Mataram mengutus tokoh sakti Ki Tambak Yudo Selain Adipati Anom dan Pangeran Puger juga Trunojoyo yang sudah merebut tahta kerajaan juga mengutus seorang yang bernama Gedug Gandamana untuk mendapatkan kembang Wijayakusuma

Ketiga utusan tersebut datang dan di tolak oleh Kyai Jambe Lima dengan alasan belum waktunya, ketiga utusan tidak mau menerima keterangan Kyai Jambe Lima terjadi pertempuran yang menewaskan kelima pengawal bunga tersebut termasuk tiga utusan tersebut juga tewas, sebagai penghormatan dan peringatan maka oleh penduduk sekitar Gunung Selok dibangunlah Padepokan Jambe Lima, dan Jambe Pitu.

Padepokan Jambe Pitu (pertapan Ampel Gading ) yang di renovasi oleh Presiden Soeharto dan banyak di kunjungi peziarah karena dianggap sangat keramat karena ada 3 petilasan Sang Hyang Wisnu Murti dan dua pusakanya yaitu Kembang Wijayakusuma atau Eyang Lengkung Kusuma dan Cakra Baskara atau Eyang Lengkung Cuwiri.

Selain Padepokan Jambe Lima dan Jambe Pitu juga masih banyak tempat yang ramai dikunjungi peziarah pada hari hari tertentu seperti hari Jumat Kliwon dan hari Selasa Kliwon dan di bulan Syura yaitu Goa Rahayu, Goa Naga Raja, Goa Bolong, Goa Paku Waja , Goa Putih, Goa Grujugan, Goa Tikus, Goa Lawa, dan Kaendran serta makam Kyai Sumolangu yang ada diatas benteng peninggalan jepang .

Beberapa Gua dijelaskan sebagai berikut:

GOA RAHAYU DAN GOA RATU
Goa yang terletak di kaki Gunung Selok sebelah Selatan menghadap pantai Samudra Indonesia. Untuk menuju goa ini dapat ditempuh dengan kendaraan pribadi atau carteran dari arah terminal Adipala ke Timur menuju Gunung Selok kemudian ke selatan menelusuri jalan desa yang beraspal sampai pantai selok ke arah barat, kemudian dilanjutkan dengan jalan kaki atau naik perahu menuju goa tersebut atau dari gunung selok menelusuri jalan trap setapak menurun ke bawah menuju goa tersebut.

Kedua goa ini setiap hari dikunjungi wisatawan untuk berziarah dengan tujuan yang beraneka ragam ada yang menginginkan pangkat, kemuliaan, kesehatan, ingin punya jodoh, usahanya lancar dan sebagainya. Goa yang pintu masuknya telah dibuat tertutup dengan bangunan semen didalamnya ruangan yang petilasan cukup luas dengan ukuran 80 m2 terdapat riual. Di Goa Rahayu ada 2 tempat ritual yaitu Dewi Kencanawati dan Dewi Suci Rahayu.

Menurut legenda Goa Rahayu adalah Raden Danang Sutawijaya atau Panembahan Senopati pendiri Keraton Mataram saat akan membabat alas Mentaok untuk bisa masuk dan membabat alas mentaok sebagai syarat harus membawa tanah yang ada di dalam goa yang dekat dengan batu, dengan tanah srana tersebut Danang Sutawijaya dapat masuk dan membabat alas Mentaok dengan selamat ( Rahayu ) sehingga goa tersebut disebut Goa Rahayu.

Sedangkan goa Ratu yang letaknya berhimpitan dengan Goa Rahayu di dalamnya terdapat ritual Eyang Banda Yuda dan Dewi Sekar Jagat. Goa ini konon ceritanya adalah bekas petilasan Eyang Jaring Bandayuda salah satu pendiri Kabupaten Banyumas. Dalam persemediannya ia bertemu dengan putrid cantik Nyi Sekar Jagat dan disarankan kalau mau membuat Kabupaten jangan melangkahi sungai Serayu atau tepatnya di dekat pegunungan Pageralang dan kesemuannya dilaksanakan oleh Eyang Jaring Bandayuda maka berdirilah Kabupaten Banyumas dekat Pegunungan Pageralang.

GOA NAGARAJA
Goa Nagaraja terletak masih di kaki gunung Selok di sebelah Barat goa Rahayu dan Goa Ratu ± 1 km ke arah barat dengan menelusuri alur sungai. Goa Nagaraja ini bersebelahan dengan Goa Lawa (karena banyak kelelawarnya).

GOA PAKUWAJA
Goa ini terletak di kaki Gunung Selok bagian Timur tenggara, tempat ini banyak dikunjungi orang yang berziarah dan ada tempat untuk sholat dan di dekatnya ada air untuk berwudlu. Menurut legenda Pakuwaja adalah petilasan Pangeran Pakuwaja yaitu putra Mahkota Kerajaan Majapahit terakhir, pada masa runtuhnya Majapahit beliau berkehendak perang demi mempertahankan kerajaannya . Disamping goa – goa tersebut masih ada goa – goa yang lain dikunjungi para peziarah yang letaknya disebelah barat kaki Gunung Selok yaitu Goa Sri Bolong, Goa Putih, Goa Grujugan, Untuk menuju Goa tersebut dari depan Balai Desa Karangbenda ada jalan menuju selatan terus menelusuri jalan perhutani sampai ke Kaindran kemudian menuju Goa Sri Bolong, Goa Putih, Goa Grujugan disebut Goa Grujugan karena di mulut goa terdapat air yang terus menerus mengalir dari atas kebawah.

BENTENG PENINGGALAN JEPANG
Disamping goa – goa tersebut di Gunug Selok juga terdapat Benteng peninggalan Jepang yang konon sebagai tempat pertahanan Jepang dan tempat pengintaian musuh yang datang dari laut. Konon ceritanya ada 24 Benteng peninggalan bala tentara Jepang namun yang masih utuh tinggal satu yang sudah direnovasi dan di atas benteng peninggalan Jepang kea rah barat daya terdapat makam Kyai Sumolangu yang banyak dikunjungi para peziarah dari daerah Kebumen. Makam Kyai Sumolangu sementara ini masih ditutupi gubug dan disekelilingnya baru dibangun pondasi keliling. Konon Kyai Sumolangu berasal dari daerah Kebumen dan meninggal di Selok.

Kisah Misteri : Terjebak Di Alam Gaib



Bagaimana bisa seorang yang menyetubuhi jin lalu memiliki keturunan? Kisah berikut merupakan kesaksian dari salah seorang yang pernah bekerja di sebuah perusahaan penebangan kayu. Saat bertugas dia terjebak ke dunia lain milik para jin. Adelin, Direktur Keuangan PT Keang Nam Deveploment Indonesia (KNDI), adalah salah seorang sosok yang kontroversial dalam kacamata hokum pidana. Setelah Jaksa menuntutnya sepuluh tahun kurungan, ternyata dibebaskan tanpa syarat oleh Majelis Hakim Pengadilan Negara Medan. Ini suatu perkara yang dianggap sangat menyakitkan nurani keadilan, mengingat kasus korupsi Adelin Lis dengan nilai yang sangat besar.

Tulisan berikut ini memang bukanlah kisah tentang Adelin Lis. Tetapi aku pernah bekerja di perusahaan miliknya. Hampir tiga tahun aku menjadi karyawan pada PT KNDI, yakni sebuah perusahaan pengolahan kayu berskala besar yang cukup bonafid di daerah Mandailing Natal (Madina), Sumut. Kalau Adelin Lis, orang yang misterius dalam bidang penegakan hukum, sementara aku sendiri mengalami kejadian misterius ketika bekerja di perusahaan tersebut.

Pertama kali masuk kerja, aku ditempatkan diunit Tely, yakni melakukan tugas mencatat dan mengadakan kelompok-kelompok kayu yang sudah diolah menjadi bahan bangunan ke dalam masing-masing jenis dan tipe serta ukuran yang sama.

Jumlah karyawan kurang lebih 500 orang. Mereka punya tugas di bidang masing-masing. Meskipun demikian, di antara mereka ada yang punya tugas rangkap. Dan aku sendiri sering ditugaskan rangkap pula terutama kalau ada karyawan yang berhalangan karena sakit. Tugas yang kurasa cukup berat dan punya resiko tinggi adalah kalau diperintahkan mengadakan survey di lapangan guna meneliti pohon-pohon kayu di areal hutan yang sesuai dengan HPH dari Menteri Kehutanan. Menandai pohon yang akan ditebang di tengah hutan belantara yang masih perawan.

Hari itu, dengan ditemani oleh rekan seprofesi yang akrab kupanggil Bang Ucok Regar, aku ditugaskan melakukan penelitian ke sebuah areal hutan. Tanpa bisa menolak, Bang Ucok berangkat duluan ke sana. Aku sendiri janji akan menyusul sejam kemudian. Soalnya, masih ada urusan yang akan kukerjakan di lokasi pabrik.

Setelah urusan tersebut selesai, dengan mengendarai sepeda motor perusahaan, aku segera menyusul rekanku itu. Lokasi hutan yang akan kutuju sekitar 75 km dari pabrik. Tepatnya berbatasan dengan sebuah desa bernama Umang-Umang. Desa itu pernah kukunjungi dengan tugas yang sama. Jalan kesana merupakan jalan darurat yang dirintis oleh pihak perusahaan. Dari desa terpencil tersebut, kayu tebangan diangkut menggunakan truk khusus atau lengging. Hari itu, cuaca cerah dan cukup panas. Dengan kecepatan sedang, kupacu sepeda motor menyusul Bang Ucok. Mendekati sebuah tikungan, tiba-tiba mesin mati dan sepeda motor berhenti tepat di bawah sebatang pohon yang berdaun rindang. Segera kuperiksa apa penyebabnya. Hampir setengah jam aku mengutak-atik mesin, namun tidak kutemukan juga. Mesin sepeda motor tetap saja tak mau dihidupkan.

“Dasar sepeda motor sialan!” Makiku dalam hati sambil kemudian duduk istirahat di bawah pohon rindang itu. Aku mulai berpikir untuk mengadakan kontak dengan pihak manajemen atasanku, ketika dihadapanku melintas seorang pria tua mengenakan pakaian agak aneh. Tampangnya terlihat sangat kumuh seperti gelandangan.

“Cucu mau kemana?” Sapanya sambil berhenti melangkah. Dia menatapku.
“Ke desa Umang-Umang, Kek!” Sahutku sambil bangkit berdiri.
“Lalu kenapa berhenti di sini?”
“Mesin motorku ngadat, Kek!” Jawabku sambil mendekati sepeda motor.
“Apanya yang rusak?” Si kakek datang mendekat. Dia bahkan turut jongkok di dekatku.
“Entah apa yang membuatnya mogok. Saya sudah menelitinya, tapi saya tidak bisa menemukan kerusakan mesin motor ini.”

“Coba kulihat!” Si kakek bergeser ke depan sambil menyentuh busi dengan ujung telunjuk jarinya.
Sekejap aku terkejut, sebab ujung jari si kaki yang ringkih itu seperti memancarkan sinar kebiru-biruan. Anehnya, dalam hitungan detik, mesin hidup tanpa distater sama sekali. Belum habis rasa heranku, terdengar si Kakek berkata, “Kalau cucu ingin ke desa Umang-Umang, kakek ingin menumpang. Apakah boleh, Cu?”

“Tentu saja aku tak keberatan, apalagi Kakek telah membantu menghidupkan mesin sepeda motorku,” jawabku sambil berusaha menekan perasaan heran dan aneh di dalam dadaku. Ringkas cerita, pria tua itu kusilhakan duduk di jok belakang. Mungkin karena tubuhnya yang kurus, maka sepertinya aku tidak merasa membawa beban di boncengan belakang. Begitu lewat tikungan di depan, di sebelah kiri jalan nampak pohon yang lumayan tinggi dan akar-akarnya ada yang menyembul kepermukaan, bahkan melingkar-;ingkar merangkul batang pohon itu sendiri. Begitu melintas di depan pohon ini, tiba-tiba mesin sepeda motor mati lagi. Anehnya, sepeda motor membelok sendiri menuju ke arah pohon tanpa dapat kukendalikan. Tubuhku terdorong ke depan lalu membentur pohon raksasa tersebut. Setelah itu, aku tidak ingat apa-apa lagi.
Apa yang terjadi kemudian? Setelah siuman, sepertinya aku sedang berada di sebuah kawasan perkotaan dan tubuhku terbaring di tempat tidur dalam ruangan yang lumayan besar digedung yang megah dan indah. Waktu itu, laiknya aku sedang bermimpi. Tapi kali ini bukan mimpi, karena ketika kucubit terasa sakit di kulitku.

“Aneh, di mana aku sekarang? Mengapa aku bisa berada di tempat ini?” Tanyaku dalam hati. Mendadak aku ingin bangkit dari tidur. Namun, pada saat bersamaan, aura mistis mulai kurasakan. Hal inilah menyebabkan bulu kuduk meremang, sebagai isyarat bahwa aku saat itu berada dan terjebak di dunia lain. Mungkin dihuni oleh makhluk gaib yang sulit ditebak. Aku masih dalam kondisi kebingungan ketika muncul di hadapanku sesosok makhluk berwujud manusia. Dia mengenakan pakaian mirip serdadu kerajaan tempo dulu dan ditangan kanannya memegang sebatang tombak yang ujungnya bercabang tiga. Dengan menggunakan bahasa isyarat, laki-laki berwajah sangar dan menakutkan ini, meminta agar aku segera mengikutinya.

Aku tak bisa membantah ajakannya, sebab kesadaranku memang sepertinya kembali terhipnotis. Akhirnya, aku berjalan beriringan dengan lelaki penjemputku. Dia membawaku masuk ke ruangan lain yang bersebelahan dengan ruang tempatku terbaring tadi. Ruangan ini lebih megah dan lebih menakjubkan lagi. Perabotannya serba antic, seperti koleksi berabad-abad yang lalu. Kursi-kursinya penuh ukiran klasik, berpasangan dengan meja batu giok beralaskan lantai marmer mengkilat, berwarna-warni.

Di sepanjang ruangan, tergantung aneka lampu kristal yang memancarkan sinar beragam aneka warna. Bersamaan dengan itu, aroma wewangian sering hinggap di hidungku. Harum sekali.
Aku masih tertegun dan terpana, berdiri mematung, ketika ruangan yang super megah tersebut dipenuhi oleh perempuan ayu dan cantik. Perangai dan perilakunya sangat kontras dengan fenomena keindahan serta kesakralan suasana di sana. Pakaian mereka sangat merangsang, nyaris telanjang. Binal dan genit ketika berpelukan dengan teman laki-lakinya.

Keberadaanku di tempat itu seperti tidak diketahui mereka. Bahkan, laki-laki seradu yang tadi menjemputku tidak kulihat batang hidungnya. Dan aku hanya melongo saja berdiri mematung. Menyaksikan seks bebas yang berlangsung di hadapan mata. Persis seperti nonton film blue.
Belum habis rasa heran dan bingungku, di hadapanku telah berdiri seorang perempuan agak tua, bertubuh gendut dengan rias wajah yang sangat mencolok. Di sebelahnya turut pula berdiri seorang perempuan muda yang cantik dan ayu.

Cukup lama perempuan gendut ini menatap wajahku. Seperti ingin menaksir wajah dan penampilanku saja. Dengan bahasa isyarat, dia ingin tahu siapa namaku. Lalu aku jawab pula dengan bahasa isyarat. Entah mengerti atau tidak, dia kemudian bertanya, “Anak muda, mengapa kau sampai berada di tempat hunian kami ini?”

Laiknya orang tunarungu, aku menjelaskan dengan bahsa isyarat bahwa aku tak sengaja berada di tempat mereka. Alasannya, karena sepeda motorku menabrak sebatang pohon di pinggir jalan. Dan kuungkapkan juga, bahwa sepeda motorku mogok. Lalu dibantu oleh seorang kakek, dan bersama pria tua itu menuju desa Umang-Umang.

Nampaknya si nenek paham, dan mengatakan, pria tua itu adalah ayahnya yang ingin mencari suami untuk cucuknya. Dan dia menunjuk perempuan di sebelahnya sebagai cucu si kakek.
Komunikasi menggunakan bahasa isyarat berlangsung dengan lancar tanpa menemui kendala yang berarti. Aneh, memang! Saat itu, aku juga sempat memastikan bahwa mereka berasal dari komunitas makhluk dari dunia lain, yang tidak bisa bicara. Kalaupun mereka berbicara, maka aku tidak akan mengerti dan memahaminya.

Ketika perempuan gendut mengisyaratkan bahwa pria tua yang menolongku menghidupkan mesin motorku itu adalah kakeknya, maka aku mulai curiga. Entah apa yang akan mereka lakukan terhadao diriku.
“Apakah kau bersedia kukawinkan dengan putri tunggalku ini?” Tanya perempuan gendut itu dalam bahasa isyarat yang mendadak saja bisa kumengerti dan kupahami. Secepatnya aku memberi isyarat bahwa aku telah punya isteri. Bahkan, aku juga memberi isyarat bahwa sangat mustahil makhluk Tuhan berbeda alam untuk menyatu dalam sebuah perkawinan.
“Siapa bilang?” Tanya si perempuan gendut. Kali ini bukan lagi dengan bahasa isyarat, melainkan dengan kata-kata dalam bahasa Melayu.

Hal ini membuatku terperangah. Ternyata dia mampu berbicara dengan bahasa Melayu, dengan logat dan gaya Mandailing Klasik.
Aku makin terheran-heran ketika dia mengatakan bahwa perkawinan makhluk dari kalangan jin dan manusia sudah sering terjadi sejak era kenabian tempo dulu. Dia mengambil contoh dengan peristiwa Nabi Sulaiman yang menikahi Ratu Balqis, yang dipercaya berasal dari komunitas bangsa jin.
Aku bingung, karena aku tak tahu persis apakah Ratu Balgis memang berasal dari bangsa jin. Entahlah apakah perempuan gendut ini hanya mengarang-ngarang untuk meyakinkan diriku, bahwa perkainan manusia dengan jin bukan mustahil adanya.

“Kami memang dari bangsa jin yang tidak alim!” Ungkap perempuan gendut itu. “Asal kau tahu saja…kami memang selalu mengadakan perkawinan silang dengan manusia. Hal ini guna memperoleh keturunan yang lebih bermutu dan berkwalitas. Karena kami dari bangsa jin di kawasan ini ingin mensejajarkan diri dengan makhluk manusia yang kami anggap lebih tinggi derajatnya dari bangsa jin,” tambahnya menjelaskan dengan panjang lebar.

Cukup lama aku termenung dan tertegun. Aku menjadi sangat bodoh, sebab tak mampu berkomentar. Aku hanya bisa manggut-manggut, seolah-olah memahami apa yang dijelaskannya barusan. “Bagaimana? Apakah kamu bersedia membantu kami?” Perempuan itu menatapku dalam-dalam.
“Gimana ya…?” Aku masih bingung. “Soalnya, tadi telah saya katakan, bahwa saya telah berumah tangga,” kataku menjelaskan sejujurnya.

“Itu tidak bisa dijadikan dalih. Karena di bumi, manusia banyak yang punya isteri lebih dari satu!” Kata si perempuan gendut sambil nyengir sinis. Aku terbungkam. Ternyata dia cukup banyak mengetahui tentang ulah manusia selama ini. Tapi, aku sungguh tak sudi menikah dengan makhluk halis, meski putrid si gendut itu sangatlah cantik jelita.

Karena aku masih tetap menolak tawarannya, akhirnya aku diamankan di sebuah ruangan khusus dalam kondisi tertutup dan terkunci. Di dalam ruangan itu fasilitasnya sangat lengkap sekali, sehingga aku merasa berada dalam tahanan rumah. Namun, sewaktu berada kesendirian, aku mulai teringat isteriku di rumah yang kutitipkan pada ibu di Medan.

Aku masih coba membayangkan wajah Rini, isteriku, ketika pintu terbuka dan wajah perempuan cantik dan ayu yang tadi menemani perempuan gendut itu muncul sambil mengulum senyum. Gadis yang katanya cucu dari pria tua yang menolongku tersebut berjalan dengan langkah terukur bagai seorang pragawati. Dia datang menghampiriku yang sedang duduk dibibir tempat tidur. Kini dia mengenakan gaun terusan yang agak tipis tanpa BH dan celana dalam, sehingga apa yang berada dibaliknya menjadi terlihat sekali. Lekuk-lekuk tubuh yang sensual dan padat, serta bukit kembar di dadanya nampak jelas menonjol.

Sejenak ruangan kamar dengan aroma semerbak wewangian itu berubah sangat sunyi. Begitu sunyinya sehingga suara helaan nafasku yang tergetar oleh keindahan wanita di hadapnku seaakan-akan terdengar gemanya. Aku tidak ingin dikatakan munafik. Aaat itu gairah birahiku melonjak tajam. Disamping melihat ada perempuan cantik sekamar denganku, ini juga karena aku sudah cukup lama bekerja di tengah hutan belantara jauh dari godaan seks terhadap wanita cantik. Apalagi perempuan muda di hadapanku kini mulai melucuti pakaiannya, sehingga tubuhnya bugil tanpa sehelai benangpun.

Singkat cerita, saat itu aku tak mampu membendung gejolak libidoku. Dan apa yang terjadi selanjutnya, tak perlu kuceritakan secara rinci. Aku seperti anjing kelaparan yang begitu bergairah menikmati mangsanya. Bahkan, hubungan terlarang tersebut terjadi berulang kali, hingga aku pingsan alias tak sadarkan diri. Mungkin akibat kecapekan atau karena pengaruh lainnya.
Begitu siuman, aku merasa malu dalam keadaan tubuhku yang telanjang, sebab di dihadapanku ada beberapa orang pria. Mereka adalah pekerja yang melintas di tempat itu, mengangkut kayu gelondongan dengan truk. Katanya, aku ditemui dipinggir jalan di bawah pohon beringin. Ketika itu aku terkapar di sana dalam keadaan setengah sadar. Tidak jauh dari situ, mereka juga menemukan sepeda motorku dalam kondisi berantakan. Karena itulah, untuk sementara aku dinyatakan mengalami kecelakaan, menabrak pohon di pinggir jalan. Namun satu hal yang membuat mereka bingung, kenapa aku bisa terbaring dalam keadaan telanjang bulat.

Rupanya, aku telah dikerjai oleh penunggu pohon beringin tua yang dipercayai sangat angker itu. Menurut cerita, kejadian serupa seperti yang kualami pernah juga dialami oleh para pekerja penebangan pohon di tempat itu. Bahkan, suatu ketika ada yang tewas meregang nyawa dalam kondisi alat vital membengkak seukuran biji kelapa.

Karena merasa trauma atas kejadian serupa, maka akhirnya aku memutuskan untuk hengkang dari perusahaan tersebut. Aku memilih kembali ke kota Medan, dan ingin mencari pekerjaan yang lebih laik.

Setelah peristiwa itu, aku juga mengalami suatu keanehan. Cukup lama aku tak mampu memberi nafkah batin ke isteriku. Lebih aneh lagi, kurang sembilan bulan kemudian,. aku dan isteriku sering mendengar tangisan bayi dekat tempat tidur kami. Kami sibuk mencarinya hingga ke bawah kolong ranjang ranjang.

Menduga rumah itu telah dihuni oleh setan, aku memutuskan cari kontrakan lain. Di tempat yang baru, tangisan bayi itu masih terdengar. Artinya dia terus mengikuti kemana aku pindah. Karena keanehan ini, akhirnya mempertanyakannya kepada Pak Suparlan, orang pintar di lingkungan tempat tinggalku.

“Itu darah dagingmu…!” Jawab Pak Suparlan yang menguasai ilmu gaib. Tentu saja aku bingung dan heran. Apa mungkin persetubuhan gaibku dengan sosok perempuan jin bisa membuat kehamilan? Untuk menjaga ketenangan dalam rumah tangga, aku minta pada sang paranormal agar memberikan solusi menghilangkan suara tangisan bayi tersebut, sehingga tidak terdengar lari. “Kalau sekedar meredam suara tangisnya mungkin bisa, tapi kalau untuk mengusirnya tidak mungkin. Karena dia adalah darah dagingmu yang akan terus membayangi langkahmu kapan dan di mana saja.” Ungkap Pak Suparlan. Aku semakin tak mengerti. Tapi kuserahkan semua ini hanya kepada Allah SWT. Wallahualam.

Postingan ini berdasarkan kisah nyata, adapun nama-nama pelaku dalam kisah ini sengaja disamarkan untuk menghormati privacy yang bersangkutan.

Kisah Misteri :Hantu Wewe Gombel , Genderuwo Di Tanjakan Gombel Semarang


Bila Anda masuk ke Kota Semarang dari arah Selatan, Anda akan melewati Tanjakan "Gombel". Nama "Gombel" menurut sejarah muncul saat Kiai Pandan Aran berziarah di sebuah makam di Gunung Jabalkat. Tokoh yang kini namanya diabadikan untuk sebuah jalan protokol di Kota Semarang itu saat berziarah melewati tanjakan terjal dan curam. Saat itu tanjakan Gombel konon sulit untuk dilewati karena permukaannya yang berbukit.

Namun, sampai saat ini belum ada petunjuk yang menjelaskan sebab musabab pemberian nama Gombel itu. Saat jaman penjajahan, seorang Doktor Belanda, Dr.W.T.de Vogel mengusulkan pada pemerintah Belanda untuk mengembangkan daerah Semarang Selatan. Sebab, saat itu pengembangan Kota Semarang oleh Belanda hanya bagian utara dan sekitarnya. Sedangkan daerah selatan adalah daerah perbukitan yang kurang terjamah.

Rencana pembangunan itu ditentang oleh masyarakat asli Tionghoa Kota Semarang. Pasalnya, di wilayah Gunung Jabalkat yang kini dikenal kawasan Bukit Gombel Semarang itu banyak dipakai sebagai area kuburan pengganti area kuburan Pekojan. Sebab, sesuai adat Cina memindahkan jenazah bukanlah hal yang bisa seenaknya dilakukan.

Akhirnya, penguasa wilayah saat penjajahan Belanda, Mr. Baron van Heeckeren mengusulkan kuburan di sekitar tanjakan Gombel itu khusus bagi kerabat dekat yang sudah dikubur di situ. Pada saat ini kawasan tersebut adalah kawasan Kedungmundu. Pemekaran Semarang bagian Selatan dimulai pada tahun 1909. Berdalih permasalahan pemenuhan kebutuhan permukiman.

Thomas Karsten (1914) Gubernur Belanda yang merupakan ahli arsitek menyatakan Semarang Selatan merupakan salah satu kawasan yang terencana. Perencanaan tersebut saat itu digunakan untuk mengatasi masalah kesehatan & memperbaiki lingkungan permukiman. Tahun 1916, Semarang Selatan mulai berkembang diawali oleh kawasan Candi Baru. Saat itu, permukimannya sangat dipengaruhi oleh arsitektur Eropa.

Pada tahun 1920-an mulai muncul perumahan di area Bukit Gombel. Letak permukiman di sana menyesuaikan kondisi alam yang ada dengan keadaan topografi yang berbukit. Selain itu, pemandangan (view) yang menarik dan indah menghadap ke arah laut di sebelah utara sekaligus pemandangan landscape kota Semarang menjadi daya tarik pembangunan permukiman di Gombel.

Namun, dari situ timbul dampak negatif dikarenakan ekosistem yang terganggu akibat eksploitasi kawasan. Pada saat hujan daerah Semarang bawah sering banjir sebagai akibat dari air kiriman yang berasal dari Semarang atas, termasuk Gombel. Selain itu, daerah Gombel juga sering terjadi longsor.

Sebenarnya longsor di Gombel bukan hal yang baru. Dulu, pada tahun 1929 ruas Jalan Gombel Lama sempat terputus karena adanya longsor tanah di daerah Watugoreh, Gombel.

Sebagai tindak lanjut dari masalah terputusnya jalan tersebut, pada tahun 1934 pihak Belanda membuat jalan baru yaitu Jalan Setiabudi. Saat ini ruas tersebut dikenal dengan Jalan Gombel Baru dan memanjang sampai ke daerah Ada Setiabudi. Sejak pembangunan jalan itu, kawasan Gombel Baru mulai ramai dengan permukiman penduduk. Dari situlah asal mulanya Gombel yang terbagi menjadi Gombel Lama dan Gombel Baru yang dipisahkan oleh hutan kecil.

Pada tahun 1950, sudah ada ruas jalan yang sudah dibangun oleh Belanda, yaitu ruas jalan Gombel Baru. Meski saat itu jalanan sudah beraspal, jalan yang dari dulu sudah dilalui bus dan kendaraan umum yang menuju Solo, Yogyakarta atau daerah selatan Semarang lainnya belumlah selebar sekarang. Bangunan di kanan kiri jalan juga tidak sebanyak saat ini. Taman Tabanas juga belum dibangun.

Di balik keindahan pemandangan di Gombel, terdapat mitos yang berkembang di masyarakat bahwa masalah-masalah yang terjadi di kawasan Gombel berkaitan dengan hal gaib. Penduduk setempat percaya bahwa ada Wewe Gombel (hantu perempuan) dan makhluk lainya penunggu bukit.

Penduduk sekitar percaya, saat terjadi bencana longsor ataupun kecelakaan, makhluk-makhluk gaib tersebut sedang marah akibat daerah pertapaannya diganggu. Konon, di tanjakan Gombel ini sering terlihat hantu Wewe yang menggoda pengemudi kendaraan yang melintas.

Pada masa lalu, di tanjakan ini memang sering terjadi kecelakaan lalu lintas yang menelan korban jiwa maupun luka-luka. Kejadiannya mulai dari secara sengaja hantu mengenakan gaun rok panjang warna putih gading menabrakkan diri, menyeberang secara mendadak maupun melambaikan tangan di pinggir jalan menanjak itu.

Disebut Wewe gombel karena kejadian ini terjadi di daerah Gombel, Semarang. Jika kita berkendaraan dari arah Jatingaleh ke arah Banyumanik, maka akan terlihat jalan penyelamatan kecelakaan berbentuk tanjakan kecil naik sekitar 75 derajat berisi material pasir. Di titik itulah konon letak lokasi Wewe Gombel berada. Beberapa orang menyebutkan bahwa lokasi tersebut adalah lokasi kerajaan hantu.

"Saya pernah mengendarai sepeda motor dari Banyumanik mau pulang menuju ke Semarang daerah Simpang Lima. Saat sampai di titik penyelamatan kecelakaan yang di sebelah kiri jalan tiba-tiba saya lihat ada wanita tinggi, mengenakan baju putih gading. Rambut panjang matanya membelalak melambaikan tangan ke saya berdiri di bibir sungai jalan. Saya merinding, langsung saya tancap gas dan wanita itu malah nekat nyebrang. Namun, saat saya berhenti wanita itu menghilang ketika sampai di tengah jalan," ujar warga, Muhammad Irfan.

Hantu Wewe Gombel dalam tradisi Jawa yang berarti roh jahat atau hantu yang suka mencuri anak-anak, tapi tidak mencelakainya. Konon anak yang dicuri biasanya anak-anak yang ditelantarkan dan diabaikan oleh orang tuanya. Wewe Gombel biasanya akan menakut-nakuti orang tua si anak atas sikap dan perlakuannya kepada anaknya sampai mereka sadar. Bila mereka telah sadar, Wewe Gombel akan mengembalikan anaknya.

Wewe Gombel mitos bagi masyarakat Jawa merupakan roh dari seorang wanita yang meninggal bunuh diri lantaran dikejar masyarakat karena membunuh suaminya. Peristiwa itu terjadi setelah suami dari wanita itu berselingkuh dengan wanita lain. Sang suami melakukan hal itu karena istrinya tak bisa memberikan anak yang sangat diharapkannya. Akhirnya ia dijauhi dan dibenci suaminya lalu dikucilkan sampai menjadi gila dan gembel.

Menurut cerita, hal itu yang menyebabkan sebuah hotel yang terletak di dalam lokasi bukit Gombel menjadi bangkrut. Hotel itu kini dalam kondisi tak terurus dan banyak digunakan untuk tempat gantung diri, pembunuhan dan perkosaan yang sering terjadi di malam hari. Di siang harinya digunakan untuk beberapa pemulung dan gelandangan beristirahat.

Ciri khas dari wewe gombel atau kolong wewe ini adalah bentuk buah dadanya yang besar dan menjumpai seperti buah pepaya. Kabar lain mengatakan bahwa anak-anak yang diculik oleh wewe gombel akan diberi makan kotoran manusia. Jika si anak tidak mau, maka terpaksa si anak akan suapin secara paksa.

Terkadang anak-anak yang diculik akan dihalusinasi sehingga kotoran manusia yang ia lihat seolah-olah adalah makanan lezat yang paling ia sukai atau inginkan. Tujuannya adalah membuat anak menjadi bisu agar tidak bisa menceritakan apa yang telah ia alami ataupun bentuk dari wewe gombel yang menyeramkan tersebut. Jika terjadi kecelakaan lalu lintas di Tanjakan Gombel yang disebabkan hantu wewe gombel itu, maka penduduk setempat memotong sapi lalu kepalanya ditanam di situ. Kepercayaan adat itu sudah mulai kurang terdengar namun masih bayak yang percaya.

Selain itu, di perbukitan Gombel juga terdapat bekas kuburan China. Kuburan tersebut terletak di tengah hutan yang ada di Gombel. Bukti pernah adanya kuburan di sana adalah terdapat inskripsi (batu nisan) sekitar 30 cm x 40 cm yang didirikan untuk menenangkan arwah korban kecelakaan massal rombongan pengantin dari Solo yang terjadi pada tahun 1960-an.

Selain itu, didekat batu nisan itu juga terdapat Mata Air Pengantin atau orang Jawa sering menyebutnya sebagai Sendang Pengantin. Jika sepasang rombongan pengantin akan melewati wilayah perbukitan Gombel ini harus menyembelih ayam putih mulus atau melempar uang receh supaya rombongan pengantin tidak kecelakaan dan selamat sampai tujuan.

Selain itu, sampai sekarang, banyak warga etnis Tionghoa yang mendatangi inskripsi Gombel untuk melakukan sembahyangan. Itu utamanya dilakukan pada bulan ketujuh Imlek (Jit Gwee), bulan disaat warga Tionghoa mendoakan arwah leluhur mereka.

Saat ini kawasan Gombel Baru dipadati oleh kawasan permukiman elite seperti perumahan Bukit Sari, perumahan Gombel Permai, dan belasan pengembang lain hiruk-pikuk membuka kawasan berbukit-bukit dan terjal itu.

Sejumlah restoran dan hotel pun menghias sisi lereng Gombel Baru, seperti Restoran Gombel Indah, Restoran Mutiara, Restoran Alamanda, Restoran Alam Indah, Hotel Alam Indah, Nyata Plaza, dan Bukit Asri. Di Gombel Baru juga didirikan sebuah tugu yang terkenal dengan nama Tugu Tabanas denan tamannya yang bernama Taman Tabanas.

Namun Taman Tabanas itu kini menjadi sebuah kafe yang tepat berseberang jalan titik penyelamatan kecelakaan lalu lintas, tempat wewe gombel dan istana syetan bersarang.

Kawasan Gombel Lama yang juga memiliki tempat lapangan golf, relatif lebih sepi. Di sepanjang ruas jalan Gombel Lama dipenuhi oleh perumahan kelas kebawah di kanan kirinya. Hal ini berbanding terbalik dengan yang ada di Gombel Baru. Dulu di perbukitan Gombel juga sempat terdapat hotel Sky Garden, namun hotel tersebut bangkrut dan adanya Wewe Gombel gentayangan ini disangkutkan dengan kebangkrutan hotel tersebut.

Bukit Gombel sekarang tercatat sebagai tanah tertinggi di Kota Semarang. Hal tersebut membuat kawasan Gombel saat ini juga menjadi pusat tower-tower pemancar jasa telekomunikasi, radio, dan TV. Hal tersebut disebabkan karena letak Gombel yang memang sangat pas untuk didirikan menara-menara tadi. Maka dari itu, Gombel menjadi tempat yang pas dan juga dikenal sebagai hutan tower.

Selain keberadaan hantu Wewe Gombel, indahnya pemandangan perbukitan Gombel itu dimanfaatkan pasangan muda-mudi untuk berpacaran. Di tepian bukit pasangan yang sedang kasmaran bercengkrama dan bermesraan sambil memandang panorama laut dan kerlap-kerlip lampu di malam hari. Namun, di bibir bukit itu sering terjadi penampakan mahluk halus yang disebut genderuwo.

Menurut beberapa pasangan muda-mudi yang pernah melihat penampakan itu, sebelum terlihat ada bau seperti aroma ketela yang dibakar. Aroma itu datang dengan tiba-tiba sebagai tanda bahwa sang genderuwo akan menampakan dirinya ke manusia. Penampakan dirinya biasanya bergelantungan di pohon sekitar bibir bukit tepatnya di samping Hotel Alam Indah dan berseliweran di belakang mereka saat bermesraan.

"Saat itu sekitar pukul 21.00 WIB saya lagi mojok duduk berpelukan di atas sepeda motor dengan pacar saya. Tiba-tiba bau bakaran ketela pohon menyengat. Kemudian ada sesosok makhluk asing yang saya kira saat itu seekor monyet besar. Berbulu hitam lebat, matanya merah dan tangannya panjang sampai ke kaki. Dia bergelantungan. Saya dan pacar saya merinding dibuatnya. Akhirnya saya langsung cabut," ungkap Nanang Setiawan penduduk warga Prembaen Selatan Kota Semarang.

Sebelum meninggalkan kawasan Gombel, Nanang bertanya kepada seorang petugas keamanan atau satpam Hotel Alam Indah. Dari keteranganya, memang di kawasan bibir bukit itu sering ada penampakan baik itu hantu Genderuwo, Hantu wewe gombel maupun mahluk-mahluk halus lainnya. Mereka adalah beberapa penghuni istana setan yang bergentayangan di sekitar lokasi perbukitan dan tanjakan Gombel itu.

Kisah Misteri : Cincin Pemberian Genderuwo


Selama ini Tomi tak menyangka kalau rumah tua yang dilewatinya tiap malam sepulang kerja ternyata merupakan rumah angker yang menyimpan beribu misteri.

Peristiwa yang terjadi beberapa tahun yang lalu merupakan pengalaman yang tak bisa dihilangkan dari ingatannya hingga hari ini.

Sebagai pegawai pabrik sablon, bagi Tomi dan kawan-kawannya sudah bukan merupakan hal yang aneh kalau tiap hari harus kerja lembur mengerjakan pesanan dari perusahaan tempatnya bekerja. Tak jarang ia baru bisa menyelesaikan pekerjaannya hingga tengah malam dan setelah itu pulang ke rumah yang jaraknya lumayan jauh.

Seperti hari itu. Tomi diminta lembur oleh bosnya karena sedang banyak pekerjaan. Dengan senang hati Tomi mengerjakan pekerjaan yang menjadi tanggung jawabnya. Tanpa terasa hari menjelang tengah malam. Tomi berhasil menyelesaikan pekerjaannya dan bergegas pulang setelah memasukkan semua pesanan untuk besok ke dalam bungkusan. Dikayuhnya sepeda tua peninggalan orang tuanya dengan pelan.

Sepanjang jalan yang dilewatinya terasa gelap, rupanya listrik di daerah tersebut padam. Dengan pelan sepeda tua tersebut berjalan menembus kegelapan malam. Sebetulnya hati Tomi sudah merasa tidak enak. Jalanan yang gelap ditambah suasana jalan yang sepi membuatnya miris. Tetapi rasa lelah karena seharian bekerja membuat tekadnya untuk pulang dan segera tidur semakin kuat.

Tiba di tikungan, Tomi tanpa sengaja melihat rumah tua yang sudah lama ditinggalkan penghuninya. Perasaannya menjadi tidak enak. Aneh mengapa hatiku berdebar-debar, gumam Tomi.
Seperti ada yang menyuruh, Tomi malah menghentikan sepedanya. Rasa takut yang mencekamnya membuat bulu kuduknya berdiri. Dengan kaki yang bertopang pada sandaran sepeda. Tomi mencoba memberanikan dirinya untuk menatap rumah tua yang ada di depannya. Jantungnya semakin berdebar-debar.

Apa aku lebih baik kembali dan tidur di gudang saja ya? tanya hati Tomi penuh rasa bimbang. Dia juga heran mengapa dirinya tidak segera beranjak dari tempat itu. Sebaliknya, kakinya justru melangkah mendekati rumah tua itu. Tomi merasakan ada kekuatan gaib yang menariknya untuk terus mendekat ke rumah itu.

Perasaan hatinya yang semakin kacau menjadi semakin tidak karuan waktu dilihatnya sesosok bayangan tampak berkelebat ke luar dari arah pintu pagar rumah kosong tersebut.
Dengan kaki yang gemetar karena ketakutan melihat bayangan tersebut. Tomi berusaha membalikkan sepedanya untuk berputar kembali.

Belum selesai ia  mengangkat roda sepedanya untuk berputar terdengar suara memanggilnya. “Mas…!” suara parau terdengar menyapanya.

Dengan memberanikan diri Tomi yang sudah bersiap-siap untuk mengambil langkah seribu menatap ke arah suara tersebut. Ternyata suara tersebut keluar dari seorang pria paroh baya berpakaian hitam dengan sarung membelit lehernya. Bayangan tersebut bergerak mendekatinya sambil mengarahkan lampu senter menyoroti Tomi beserta sepedanya.

Melihat sosok laki-laki beserta lampu senter yang menyorotinya, hati Tomi merasa lega. Bayangan yang dikiranya hantu tersebut ternyata merupakan manusia.

“Ada apa Pak?” kata Tomi balik bertanya.
Laki-laki bersarung tersebut tersenyum, sementara lampu senter di tangannya tampak digoyang-goyang. “Saya Basori, penjaga rumah tua ini,” laki-laki itu memperkenalkan dirinya pada Tomi. Tangan kanannya yang juga besar-besar memegang stang sepeda Tomi. “Kalau boleh saya ingin numpang sampai pohon beringin di pojok desa. Mau mengambil bekal makanan untuk menjaga di rumah tua ini.”

Tomi menatap heran tanda tak mengerti. “Saya tadi lupa membawa bekal. Ketinggalan di rumah” Basori meneruskan ucapannya yang terpotong.

“Boleh..boleh” Tomi langsung mengiyakan karena merasa gembira ada teman.
Tak lama kemudian Basori membonceng di sepeda Tomi. “Busyet. Berat banget ini orang,” kata Tomi dalam hati sambil tetap mengayuh sepedanya.

Di perjalanan lampu listrik yang padam tetap belum menyala. Tapi dengan adanya lampu senter yang dibawa Basori, jalanan yang gelap menjadi agak terang.
“Sudah, sini saja Mas,” Basori berkata kepada Tomi, ia menepuk bahu Tomi memberi isyarat agar berhenti. Tomi kemudian menghentikan sepeda.

“Rumah saya ada di balik gerumbulan pohon itu,” Basori menunjuk ke  arah pepohonan di balik tikungan jalan.
Tomi hanya bisa menatap gerumbulan pohon yang ada.
Basori kemudian memasukkan senternya pada saku jaket Tomi “Senternya buat Mas saja. Buat kenang- kenangan.”

Tomi hanya bisa mengucap terima kasih. Ditatapnya laki-laki paroh baya  bernama Basori yang melangkah melewati gerumbulan pohon yang ada. Tampak laki-laki itu menoleh. Namun wajah pria paroh baya itu kini berubah menjadi makhluk tinggi besar penuh bulu yang menutupi seluruh tubuhnya.

Tomi yang melihat hal tersebut hanya bisa berteriak minta tolong sambil mengayuh sepedanya sejauh mungkin. Sesampai di rumah diambilnya senter milik genderuwo yang mengaku bernama Basori tersebut dari sakunya. Senter itu ternyata telah berubah menjadi sebuah batu akik. Tomi sebetulnya merasa takut dan teringat akan genderuwo yang menakut-nakutinya sebelum ini. Tapi selanjutnya ia berpikir tentu batu akik ini bukan sembarangan karena milik genderuwo. Pasti mempunyai khasiat.
Keesokan harinya dipakainya cincin tersebut bekerja. 

Entah pengaruh cincin yang dipakainya atau bukan. Tumpukan kain yang akan disablonnya menjadi terasa ringan. Pekerjaan yang semestinya harus diselesaikannya dalam beberapa jam mampu diselesaikannya dalam setengah jam. Bahkan yang menakjubkan tumpukan bahan sablon dalam kaleng mampu diangkatnya hanya dengan satu tangan.

“Rupanya cincin ini benar-benar berkhasiat,” dengan bangga Tomi mengelus-elus cincin tersebut.
Ternyata khasiat cincin genderuwo bukan itu saja. Di warung Mbak Ira tempatnya makan siang kalau bekerja, cincin genderuwo itu juga mempunyai khasiat yang lain. Rina anak gadis Mbak Ira yang selama ini selalu cuek kalau digoda para pria, tiba-tiba menjadi genit pada Tomi. Dengan kerling mata yang nakal mengarah ke Tomi gadis itu tampak dengan sibuk meladeni Tomi makan. Selama ini jangankan melayani, menoleh saja ia tidak mau. 

Berkali-kali Tomi mengelus akiknya . Ia seolah-olah mendapat durian runtuh dengan memiliki cincin genderuwo tersebut. Bayangan tubuh Rina yang bahenol seakan-akan menari di benaknya. Ia sudah membayangkan malam ini akan meniduri tubuh Rina yang montok, daripada meniduri tubuh istrinya yang sudah mulai kendor .

Seminggu sudah Tomi memiliki cincin genderuwo tersebut. Di malam Jumat setelah capek setelah seharian bekerja Tomi terlelap di ruang tamu. Sementara istrinya tidur di kamar sendiri. Tanpa terasa semalam suntuk ia telah  tidur dengan nyenyaknya.  Paginya setelah bangun dengan  wajah sumringah sang istri menghidangkan kopi .

”Mas tadi malam lain lho. Kuat sekali. Aku sampai berkali-kali,” celoteh istri Tomi dengan genitnya.
Mendengar ucapan sang istri, Tomi merasa terkejut. Didesaknya sekali lagi istrinya. Kepalanya serasa berputar-putar manakala istrinya bercerita kalau semalam telah berhubungan badan dengan Tomi dan merasa puas sekali. Tidak biasanya Tomi menjadi begitu perkasa di ranjang.

“Genderuwo keparat!!!!” teriak Tomi setelah mendengar cerita tersebut. Sang istri hanya melongo tanda tak mengerti. Tomi mencaci maki membayangkan apa yang telah dilakukan genderuwo tersebut sewaktu ia tertidur dengan nyenyaknya. Dengan bergegas ia mengayunkan sepedanya ke rumah tua tempat ia bertemu genderuwo seminggu sebelumnya.

Dilemparkannya cincin tersebut ke arah rumah tua tersebut. Cincin yang terlempar itu langsung lenyap masuk kedalam halaman rumah kosong. Ternyata cincin genderuwo itu membawa korban. Si genderuwo pemilik cincin berubah bentuk menjadi Tomi dan menyetubuhi istrinya. Sebagai makhluk halus, genderuwo memang bisa berubah bentuk. Bagaimanapun juga genderuwo adalah setan.

Kisah Misteri : Sepasang Buaya Jelmaan Bidadari Menjaga Kawah Gunung Kelud


Desa Sugihwaras merupakan perkampungan penduduk yang paling dekat dengan lereng Gunung Kelud. Warga desa ini memiliki warisan kebudayaan tersendiri yakni  mempersembahkan sesaji di kaki anak gunung. Persembahan sesaji ini sebagai simbol rasa terima kasih kepada Tuhan Yang Maha Esa. “Sejak dahulu, setiap tahun, warga di sini selalu mempersembahkan sesaji di tepi kawah. Tapi, setelah dari kawah muncul anak gunung, persembahannya sesaji dipindah ke kaki anak gunung.

Tujuan kita memohon kepada Tuhan Yang Maha Esa, supaya warga desa terhindar dari malapetaka, makmur, dan tetap hidup rukun,” ungkap Sinto, salah seorang sesepuh desa yang ditemui Misteri. Sementara itu, menurut keterangan juru kunci Gunung Kelud,  Mbah Ronggo, “Syarat utama, larung sesaji ke kawah itu harus ada cok bakal dan jenang sengkala. Itu wajib!” Apa yang terjadi jika syarat ini dilanggar? Seperti yang berlaku pada 2007 silam. 

Kala itu  larung sesaji kurang lengkap. Alhasil, ritual sesaji yang dilakukan itu nyaris saja membawa bencana. Terlebih lagi ritual dilakukan di bulan Ruwah menurut kalender Jawa. Padahal, menurut perhitungan Mbah Ronggo, bulan Ruwah kurang baik untuk larung sesaji. Lebih bagus lagi, kalau dilaksanakan di bulan Suro. 

Tapi, ketika itu Mbah Ronggo hanya diam saja. Karena ia memang tidak diajak musyawarah oleh pihak panitia. Maka supaya lebih sempurna lagi, Mbah Ronggo terus melaksanakan selamatan lagi di tepi kawah, tujuannya untuk melengkapi supaya lebih sempurna.
Untuk meredam amuk Gunung Kelud ketika itu, tak kurang dari 25 paranormal yang berada di sekitarnya menggelar ritual di sekitar danau kawah untuk meminta agar bencana letusan gunung api tidak terjadi.

Sebagai salah satu gunung berapi yang masih aktif di Jawa, Gunung Kelud memang masih menyimpan misteri. Seperti Merapi yang bertengger di ujung utara Yogyakarta, Kelud di Jawa Timur juga sering kurda. Kalau sedang mengamuk, juga amat ganas.
Gunung Kelud berada sekitar 35 kilometer dari Kediri. Kalau ditempuh dari Blitar, jaraknya lebih kurang 24 kilometer. 

Di puncak Kelud, terdapat danau kawah, volumenya mencapai jutaan meter kubik. Punggung Kelud, merupakan daerah pertanian yang subur. Berupa perkebunan dan jadi lahan produksi tanaman pangan bagi penduduk di sekitarnya.
Meski sehari-hari tampak tenang dan damai, setiap saat wilayah itu mungkin sekali tiba-tiba bisa menjadi wilayah yang mengerikan. Yakni ketika Kelud mengamuk. Uniknya, Kelud biasa meletus pada malam hari.

Yang tak kalah unik, sebelum meletus, Kelud selalu memberi tanda dengan suara gemuruh lebih dulu. Kemudian melontarkan berbagai material yang panasnya bisa mencapai 300 hingga 500 derajat Celcius. Daya rusaknya juga amat dahsyat seperti mengamuknya ‘wedhus gembel’ Merapi. Meluluhlantakkan daerah sekitarnya dan bisa merenggut banyak korban jiwa.

Sejak tahun 1000 Kelud telah meletus sebanyak 23 kali. Interval letusannya rata-rata berlangsung setiap 15 tahun sekali. Paling pendek 3 tahun, berlangsung pada tahun 1848, kemudian disusul pada 1851. Tapi Kelud pernah bersikap manis selama sekitar 37 tahun. Selama itu, ‘sakit batuk’ pun belum pernah. Apalagi sampai ‘muntah berat’. Hal ini berlangsung pada 1864 hingga 1901.

Entah apa yang membuat Kelud selama 37 tahun tak pernah sakit-sakitan. Barangkali para ‘penunggunya’ merasa enjoy karena warga sekitarnya rutin mengirim ‘makanan kesehatan’ berupa berbagai jenis sesaji, seperti yang kerap dilakukan oleh warga desa Sugihwaras tersebut.

Menurut catatan, sudah sebanyak 3 kali Kelud sempat ngamuk berat. Yakni pada tahun  1919, 1951 dan 1966. Uniknya, kalau direka-reka, angka tahun meletusnya itu amat menarik, yakni selalu mengiringi peristiwa besar yang terjadi di Tanah Jawa (Baca juga: Indonesia-Pen). Misalkan saja, letusan 1951, seolah menandai Pemberontakan Madiun. Kemudian ledakan pada 1966, terjadi setahun setelah terjadinya G30S/ PKI. Pada tiga ledakan itu, material yang dimuntahkan meluncur ke bawah melalui Kali Badak, Kali Ngobo, Kali Putih, Kali Semut dan Kali Ngoto.

Nama Gunung Kelud berasal dari Jarwodhosok, yakni dari kata “ke” (kebak) dan “lud” (ludira). Hal ini berarti bila murka, bisa merenggut banyak kurban jiwa tak berdosa. Menurut kepercayaan penduduk sekitar, kawah gunung ini dijaga sepasang buaya putih, yang konon merupakan jelmaan bidadari.

Legenda menceritakan, zaman dahulu kala ada dua bidadari sedang mandi di telaga tersebut. Karena terlena, dua bidadari ini melakukan perbuatan seperti yang biasa terjadi pada manusia modern, yakni berbuat intim dengan sesama jenis. Jadi, kedua bidadari itu tergolong penganut lesbian.
Perbuatan tersebut rupanya diketahui oleh dewa. Karena kesal, sang dewa pun mengutuk kedua bidadari tersebut, “Kelakuan kalian mirip buaya.”

Karena dewa memang penguasa jagad, kata-katanya yang ampuh itu membuat dua bidadari tersebut seketika berubah menjadi dua ekor buaya. Konon, hingga kini mereka menjadi penunggu danau Gunung Kelud.

Letusan Kelud pada 1586 menelan korban hingga 10 ribu orang meninggal. Pada letusan 19 Mei 1919 memakan korban 5.110 jiwa. Sedang letusan 26 April 1966 menelan korban jiwa 212 meninggal, 74 hilang dan 89 luka-luka.

Menurut sesepuh desa di sekitar gunung ini, para korban itu sedang dikersakke dua bidadari penunggu kawah. Bila laki-laki diperlakukan sebagai suami dan yang perempuan diangkat sebagai saudara.

Warga menengarai, bila Kelud akan meletus biasanya ada dua sorot sinar terang masuk ke kawah. Atau banyak burung gagak beterbangan di pedesaan.

Ketika Misteri berkunjung ke gunung ini beberapa waktu lalu, Misteri bertemu dengan seorang pria tua yang tengah duduk bersila dengan komat-kamit membaca doa. Tempatnya bersila masih di tepi anak gunung, sepi, karena memang tidak termasuk tempat tujuan wisatawan.

Pria ini mengaku berasal dari Yogyakarta, dan tidak mau menyebutkan namanya. Katanya dia sering ke tepi anak gunung ketika masih berwujud kawah dengan tujuan ngalap berkah. Disamping itu, dia juga mengaku sudah melihat tanda-tanda akan terjadi bencana besar di Jawa Timur. Mungkinkah itu berkait dengan letusan Gunung Kelud? Ditanyakan hal ini, pria berwajah bersih itu hanya tersenyum penuh makna.

Bagi yang percaya, memang banyak cara untuk ngalap berkah di gunung ini. Setiap tahunan sekali, Bupati Blitar juga rutin ke sana. Hal ini termasuk tradisi yang dilakukan sejak dulu, sepertinya rasanya kurang enak kalau setiap tahun tidak ke Gunung Kelud.

Kisah Misteri : Berdialog Dengan Arwah Leluhur


Begitu Koko Lo Bie Khiong jadi  membeli ruko  Pasar Baru Jakarta, aku ditugaskan menempati rumah toko berlantai tiga di  dekat Gang Kelinci itu. Koko Lo memodaliku buka usaha  sepatu underlicence dari Italia merek Palacci  dan tas-tas produk Francis merk Luois Vitton.  Lantai dasar dipajang sepatu dagangan, lantai dua dijadikan gudang., lantai tiga tempat tinggalku.

Walau baru saja diresmikan, tapi Puji Tuhan,  toko kami menjadi sangat  ramai dikunjungi peminat. Koko Lo Bie Khiong melibatkan ahli fengshui kenamaan bernama Suhu Beng  dengan altar ritualis paripurna berikut  tiga sio lo. Ada pula pajangan di dinding macam cermin Fa Kua dan tulisan kaligrafi China ciao yo. Selain terdapat ratusan lilin pengundang chi positif, altar ritual itu diisi oleh kim cua, shio hu dan Tio Ciu sebagai simbol pengundang keberuntungan.

Koko Lo Bie Khiong memang sangat dekat dengan dunia spiritual Tiongkok. Setiap kali membuka usaha, Koko Lo selalu melibatkan Suhu Beng. Suhu Beng merupakan penasehat hongshui-fengshui handal dalam keluarga kami. Mulai dari kakek, bapak hingga ke kakak-kakakku, jika buka usaha selalu melibatkan Suhu Beng. Walau Suhu Beng sudah berumur 85 tahun, tapi ahli budaya China ini kelihatan sehat dan kekar. Langkahnya sangat cepat jika berjalan, tidak kalah dengan anak muda umur 30 tahunan. Kiat sehat Suhu Beng sangat sederhana, dia giat olahraga jogging dan memakan makanan berserat, nabati dan minum air putih.

Menurut Koko Lo, Suhu Beng itu pakar supranatural yang punyai ilmu sakti mandraguna. Selain menguasai ilmu fengshui, dia juga menguasai ilmu membangkitkan roh. Suhu Beng bisa berdialog dengan arwah,  memanggil orang yang sudah jadi mayat untuk bangkit dan bicara. Secara diam-diam Suhu Beng sering dimintai bantuan oleh pihak kepolisian untuk mencari pembunuh yang dinyatakan dark number, suatu peristiwa pembunuhan yang sulit  dilacak. Suhu diminta memanggil arwah korban dan menanyai siapa pembubuh korban itu. Dengan ilmunya, korban yang sudah jadi mayat akan menyebut siapa pembunuh sebenarnya kepada Suhu Beng.

Toko milik Koko Lo Bie bukan Cuma satu. Untuk di Pasarbaru saja dia punya tiga toko termasuk toko yang dipercayakannya padaku. Di Glodok, Jalan Melawai Blok M, Metropolis Tangerang, Cipulir Jakarta Selatan, dia punya banyak toko. Semua toko yang dimilikinya tidak kurang dari 60 toko besar. Semua usahanya itu maju pesat  dan memetik untung berlipat. Kemajuan usaha itu dipercaya betul oleh Koko Lo Bie disebabkan oleh ritual Suhu Beng. “Tapi Suhu Beng itu hanya mediator Tuhan di dunia ini. Yang menentukan kemajuan atau suatu kemunduran usaha kita tidak lain Thien Tie Kong, Tuhan kita!” kata Koko Lo Bie kepadaku.

Sebagai pemeluk agama Budha dan memegang kepercayaan Konfusius, aku yakin betul kepada berkah Dewa. Dewa yang inti yang memberkati usaha setiap pemeluk Budha kuyakini adalah Thien Tie Kong. Lain dari itu ada pula Dewa Matahari, Dewa Bumi dan Dewi Kwan Im. Semua Dewa itu akan menyayangi dan melindungi kita bila kita selalu memuja dan memuji-Nya!” pesan Koko.
Koko banyak memberikan masukan hal agama Budha kepadaku. Sebab selama ini aku bukanlah pemeluk agama ini. Tadinya aku tidak punya agama, hanya aliran kepercayaan saja. Tapi begitu tamat SMA Tarakanita, aku diperkenalkan Koko Lo Bie kepada Vihara dan Klenteng. Hampir semua Klenteng tua yang wingit sudah kudatangi. 

Termasuk Klenteng Ancol yang bermakam sejarah cinta antara Sampoo Soe Sue dan Sitiwati itu. Klenteng  Benten Lama juga  kudatangi dan bersembahyang di sana. Bahkan Klenteng Liong  Bio di Pulau Kemaro Palembang,  pernah pula kumasuki  dan bersembahyang di sana. Bahkan sekarang aku bertetangga dengan Klenteng Yayasan Dharma Jaya Sin Tek Bio di Pasarbaru yang secara rutin aku melakukan ritus Budhis dengan bimbingan beberapa biksu dan niku.

Ajaran Sidharta Gautama kupelajari secara intensif hingga kini. Inti dari ajaran itu adalah bersih hati, tulus ihlas, kasih sayang, punya kepedulian besar pada yang miskin dan  tidak boleh iri hati juga tidak boleh menyimpan dendam. Ajaran itu kupraktekkan sehari-hari dengan beberapa orang karyawanku yang beragama berbeda-beda. Karena dengan pendekatan sifat suci itulah, maka semua karyawanku betah, jujur dan berbahagia di perusahaanku. Bahkan dua karyawati yang masih gadis, tinggal bersamaku di lantai tiga. 

Mereka menemaniku hingga aku menikah kelak. Tapi karena aku tidak kunjung menikah maka selama melajang berkepanjangan itu, mereka betah tinggal bersamaku.
Setelah selama lima tahun kami tinggal di ruko itu, Selasa 2 Februari l999, kami bertiga dikagetkan oleh suatu suara eneh di atas loteng. Tengah malam pukul 12 terdengar suara batuk lelaki berumur. Padahal di ruko kami itu tidak ada laki-laki. 

Bahkan di rumah sebelah pun, tidak ada laki-laki tua karena semua penghuni lelaki muda dan wanita pekerja. Suara batuk seperti penderita TBC itu berlangsung secara berkala hingga azan subuh dinihari. “Masak  ada orang di loteng?” tanya Erni, pegawai toko yang tinggal bersamaku. “Tidak mungkin, tidak mungkin ada orang betulan di atas sana!” desis Lola, pegawaiku yang satunya. “Maksud kalian yang batuk itu hantu?” desakku. “Bukan hantu, tapi mungkin mahluk gaib lah!” tandas Erni.

Habis azan Erni dan Lola melakukan sholat subuh. Setelah itu kami bertiga tidur di kamar masing-masing. Pagi harinya, kami segera turun ke bawa berbenah. Kami membuka pintu toko dan stanby pukul 9 pagi. Beberapa calon pembeli masuk, perempuan, laki-laki baik tua maupun muda. Di antara beberapa calon pembeli, salah seorang kakek terbungkuk-bungkuk dengan tongkatnya melihat beberapa sepatu yang dipajang. Kakek itu terbatuk-batuk dan suara batuknya persis suara misterius yang terdengar tadi malam. 

Lola memandang Erna, Erna mengarahkan pandangannya padaku. Aku lalu memberi kode agar salah seorang di antara mereka mendekati kakek-kakek itu.

“Bapak cari apa, cari sepatu? Sepatu yang model apa dan buat  siapa?” desak Lola. Si Kakek acuh tak acuh saja. Dia berlagak tidak mendengarkan pertanyaan Lola. Atau justru dia benar-benar tidak dapat mendengar  suara Lola. Untuk itulah Lola mengulangi lagi pertanyaannya. Tapi kakek-kakek itu tidak memperdulikan pertanyaan itu juga. Dengan lembut, Lola pun menyentuh tangan kakek-kakek itu. “Kakek cari sepatu?” tanya Lola lagi. Yang bersangkutan tetap diam, malah dia berlalu dari Lola menuju konter yang lain.

Karena Lola tidak berhasil mendekati, Erna ambil inisiatif menanyai lelaki tua itu. Tapi kakek itu tetap diam membisu seribu bahasa. Bahkan dia lalu berlalu keluar toko kami ke arah jalanan yang sudah mulai ramai. 

Seperti kompak  betul, kami bertiga melongok keluar halaman. Tapi aneh bin ajaib, kakek-kakek itu tidak terlihat sama sekali. Baik di utara maupun di selatan dan barat, tidak ada kakek itu.”Ke mana dia berjalan?” tanyaku kepada Lola dan Erni. Kedua pegawaiku itu pun mengangkat bahu. Dalam hitungan detik, kakek itu menghilang. “Batuknya persis suara batuk tadi malam, jangan-jangan…” desis Erna. “Maksud Erna, jangan-jangan kakek itu makhluk jejadian yang tadi malam ada di loteng kita!” kataku.

Kejadian yang misterius yang kami anggap kecil itu berlalu begitu saja. Kami berusaha melupakan peristiwa itu dan menjadikannya sebagai pengalaman unik saja. Tapi pada malam harinya, Selasa Pon, 3 Februari jam 23.00, suara batuk itu terdengar lagi. Kali ini malah disertai bau wewangian yang menyengat. Bau harum itu seperti gabungan antara melati, kantil dan bunga mawar. Semerbak itu tercium ke penjuru ruang lantai tiga. Termasuk di dalam kamarku.

“Nampaknya persoalan ini persoalan serius, kita tidak boleh menganggap enteng. Kita harus telpon Koko Bie dan Suhu Beng!” sorongku. Erna dan Lola pun mengangguk. “Benar Ncik, kita mesti panggil Koko dan Suhu Beng!” sergah Erna.

Sebelum semua tuts handphone kupencet, tiba-tiba terdengar suara gdebuk dari loteng bagian dapur. “Aduh, suara apa itu?” tanya Lola. Suara itu mirip nangka runtuh dan bunyinya keras sekali hingga lantai tiga bergetar. “Ayo kita rame-rame lihat ke dapur!” pintaku. Kami pun bertiga menghambur ke dapur.

Begitu pintu dapur dibuka Lola, kami tergetar hebat. Jantungku berdetak kencang dan kakiku tiba-tiba menjadi lemas. Di situ kami melihat sosok kakek-kakek yang siang tadi di toko. Kakek-kakek itu benar menatap mataku dan seakan ingin bicara. Tapi karena takut, kami segera kabur bertiga dan berteriak minta tolong. Tapi suara kami tidak ada yang mendengar.

Kami lari ke lantai bawah dan membuka pintu darurat. Kami terus berlari ke Vihara Sin Tek Bio yang hanya beberapa ratus meter dari rumah kami. Klenteng yang tertutup oleh bangunan toko-toko itu sangat sepi malam itu. Tidak ada penjaga, biksu dan niku yang bergadang. Padahal biasanya niku dan biksu sembahyang malam di altar ber-sio lo itu. Anehnya, di malam yang sunyi itu tidak ada seorangpun yang terlihat. Dua naga di atas Klenteng terlihat  menyala karena bersit sinar bulan tigaperempat purnama.

Oh Tuhan, di pintu Klenteng, aku melihat kakek-kakek itu berdiri lagi. Tubuhnya kaku dengan muka pucat oleh bias sinar lampu klenteng yang terang. Kami berlari secara berbalik arah. Kami keluar ke Jalan Samanhudi menuju Pecenongan. Kami tidak dapat berkomunikasi pada siapapun karena semua handphone kami tertinggal di lantai tiga. Aku butuh bantuan polisi, paling tidak untuk mengamankan toko yang belum kami kunci.

Dua orang polisi dengan mobil Karens dinas patroli membantu kami. Kami bertiga naik mobil polisi dan rumah abang ku yang lain Lo Peng Gie. Abangku segera keluar dengan mobilnya dan kami dengan mobil polisi kembali ke toko. Dua polisi ikut naik ke atas sementara Kekek-kakek itu sudah tak ada lagi di dapur. Di Vihara Sin Tek Bio pun, kakek itu tak ada lagi. “Mana? Tidak ada apa-apa kok?” tukas Ipda Rusman, salah satu dari dua polisi itu.

Koko Lo Peng Gie menyisir setiap ruang demi ruang ruko dengan senter enam batere. Gudang barang-barang pun diacak mencari keberadaan kakek-kakek yang kami lihat. Atas restu Koko Gie, polisi pun berpamitan pada kami dan meninggalkan nomor hp kepada Koko Gie. “Saya pikir hanya halusinasi karena adik Anda sangat penakut!” kata Ipda Rusman kepada Koko Gie.

Karena Suhu Beng sedang berada di Singapura dan HP nya tulalit, maka kasus aneh itu terhenti di situ. Maka sampailah kami pada hari Sin Chia, merayakan malam tahun baru Imlek Tiong Chiu. Saat itu jatuhnya tahun baru penanggalan Cina itu pada l2 Februari masehi. Malam l2 Februari itu, Si Kakek batuk-batuk lagi di atas loteng. Aku segera menelpon Pak Ipda Rusman dan polisi Polsek Tamansari itu datang ke toko kami. 

Dengan mata kepalanya sendiri dia mendengar suara batuk-batuk dan bau wewangian yang keras di hidung itu. “Ya, saya mendengar suara batuk dari loteng dan bebauan yang menyengat hidung!” komentar Ipda Rusman.

Koko Gie sudah berada di lantai tiga setelah kutelpon beberapa saat menjelang malam. Persiapan pesta sin chia sudah kami buat.  Aku dan tiga pegawaiku memakai cheongsam merah penuh pernik hongshui di dada. Di lantai tiga kami bikin pernik-pernik sin chia seperti pohon jeruk hias sien tao dan Yu Sheng, sajian ikan untuk leluhur bila dia datang ke rumahku.

Seperti kejadian pertama, dari loteng atas dapur terdengar kedebuk lagi. Suara seperti nangka jatuh kembali terdengar dan mengagetkan kami. Pak Ipda Rusman mencabut pestol dan membuka pintu dapur. Kami beramai-ramai membuntuti polisi itu dari belakang. Benar saja, kekek-kakek yang sama berdiri pucat dan kaku di hadapan kami.”Siapa Anda!” bentak Pak Ipda Rusman.

Lelaki tua itu tetap diam membisu. Dengan langkah perlahan dia maju mendekati Ipda Rusman yang memegang pestol. Sosok itu seperti menantang untuk ditembak sambil menunjuk dadanya yang pucat. “Maju selangkah lagi, Anda saya tembak!” kata Ipda Rusman. Bukannya mundur, ditantang begitu Si Kakek malah maju lagi satu langkah. Tapi Rusman bijak, dia tidak jadi menembak, dia memasukkan  senjatanya lalu mengulurkan tangannya pada Si Kakek berjabat tangan. Kakek itu lalu menjulurkan tangannya dan berjabatan dengan Ipda Rusman.

Tapi dalam hitungan sepersekian detik, kakek itu menjadi asap lalu menghilang ke atas loteng. Semua gumpalan asap terbang ke loteng dan  Rusman ternganga dan terheran dengan apa yang baru saja dihadapinya. “Seumur hidupku, baru inilah aku menemukan keanehan yang sangat aneh sepanjang tugas saya sebagai polisi!” imbuh Ipda Rusman, perwira asal Lahat itu kepada kami.
Rusman menyarankan agar kami pindah saja  jika takut tinggal di Pasarbaru itu. Sebab menurut Rusman, kakek itu adalah makhluk gaib yang menetap. 

Dia penghuni ruko dan mungkin punya hubungan yang kental dengan ruko itu. Coba diselidiki secara intensif, minta bantuan jasa paranormal untuk menyelidikinya. “Maaf saya ini menguasai eksakta kepolisian, tapi buta soal supramistik seperti ini!” akunya.

Karena mengaku tidak paham, Ipda Rusman mengajak temannya yang mengerti soal makhluk gaib. Temannya itu juga seorang suhu hongshui yang biasa memimpin sembahyang di krematorium dan larungan. Suhu Alpin nama paranormal Cina  itu. Dengan ilmu yang nyaris setara dengan Suhu Beng, suhu Alpin melakukan ritual di dapur saya. Dengan sejumlah peralatan sesaji, daging ayam, daging babi, buah-buahan lengkap, air putih dan ikan, Suhu Alpin berdoa di situ. Suhu Alpin juga membakar hio merah, shio hu dan bikin tio cu di atas kertas putih dengan tinta hitam.

Saat asap hio mengepul, tiba-tiba suara batuk kembali terdengar dan asap tebal berbunyi gedebug jatuh di depan Alpin. Duh Gusti, kami melihat dengan kasad mata sosok kekek-kakek itu mendekat Suhu Alpin. Dia makan dengan lahap sesaji yang diberikan Alpin. 

Dengan cara khas berbahasa Kek, Suhu Alpin dari Singkawang itu berdialog dengan Si Kakek. Dalam dialog itu diketahuilah bahwa kakek itu adalah buyut kami dari She Lo. Kakek itu sudah lama mengikutiku sebagai cicitnya dan ingin hidup bersamaku sampai aku meninggal. Nama kakek itu adalah Lo Jin King, asal Provinsi Fukien China dan ayah kandung dari kakekku dan kakek dari ayahku Lo Teng  Gian.

“Dia membuntutimu selama kau tinggal di ruko ini. Dia tinggal di sekitar sini dan minta makan pada cicitnya. Tapi kau tidak pernah memberikan sesaji terutama pada tanggal l5 bulan ke delapan tahun imlek. Saat itu dia sangat butuh persembahan dari anak cucu dan cicitnya berbentuk doa, sesaji dan hio. Ke depan nanti, rutinlah melakukan sesaji, sediakan daging, buah dan minuman di tempatmu memasak. Sebagaimana manusia yang hidup, dia juga butuh makan dan berinteraksi dengan manusia yang asli keturunan darahnya!” kata Suhu Alpin. Setelah pulang dari Singapura Suhu Beng pun, mengatakan hal yang sama.

Sejak itu aku rutin memberi sesaji untuk Buyutku. Lo Jin King. Kata dua ahli supramistik Suhu Alpin dan Suhu Beng, kakekku itulah yang mendorong usaha kami selama ini untuk maju  pesat. Beliau diutus Tuhan kami Thien Tie Kong untuk mendampingiku hingga akhir hayatku. “Dia adalah pendamping gaibmu sampai ahir hayat. Kau adalah keturunannya dan dia sangat mencintaimu, Nak!” kata Suhu Beng.

Kini aku belajar banyak dari dua suhu tentang berdialog dengan arwah. Di Klenteng Sin tek Bio yang berumur 309 tahun yang dulunya bernama Het Kong Sie Huis Tek itu, secara rutin setiap tanggal l5 bulan 8 tahun China, aku dapat berbincang dengan buyutku dan kami membahas apa saja yang bersifat dunia dan sorgawi. Walau tidak seiman denganku, 

Lola dan Erna pun, mengakui bahwa arwah itu dapat berkomunikasi pada yang hidup kalau hal itu mau dipelajari. Kata Erna yang berjilbab itu, di dalam agama Islam pun, ada ilmu supramistik yang memungkinkan manusia yang hidup berdialog dengan arwah. Tapi yang mampu melakukan itu adalah orang-orang terpilih seperti kiyai sufi dan kaum tasawuf yang punya hubungan langsung dengan kekuatan Maha Tunggal.***
(Cerita ini dialami oleh Encik Lo Chan Lee, pengusaha wanita dari Jakarta.