Kisah Misteri : Misteri Sebelas Peti Pusaka


Menurut keterangan yang pernah kudengar, ditambah lagi dari pengalaman belajar mengajiku, memang disebutkan dalam salah satu kitab  bahwa rupa jin itu hitam legam dan tinggi besar. Keterangan ini sepertinya memang benar adanya. Setidaknya aku bisa meyakininya setelah kualami sendiri sebuah kejadian misterius. Kukatakan misterius karena peristiwa yang menimpaku ini terjadi antara sadar dan tidak. Karena memang waktu itu aku sepertinya sedang tidur. Dalam konteks ilmu gaib, peristiwa ini kerap disebut dengan istilah samara. 

Ceritanya terjadi beberapa waktu yang lalu. Ketika itu aku sehabis pulang dari rumah teman, sekitar pukul 23.30 wib. Karena sudah terlalu malam, aku tidak mendapat pintu. Maksudku, semua penghuni rumah sudah pulas, sehingga tak ada seorang pun yang mendengar suara pintu yang kuketuk dengan kuat, atau suaraku yang berulang kali memanggil-manggil penghuni rumah. Karena keadaan ini, akhirnya terpaksa aku tidur di mobil tua milik ayah yang diparkir di halaman rumah. Saking gerahnya, kubuka kacanya separuh. 

Angin yang bertiup sepoi-sepoi masuk ke dalam kabin mobil, dan akhirnya membuatku terlelap tidur. Anehnya, di tengah malam, antara tidur dan tidak,  aku seperti bermimpi melihat wujud hitam berdiri di atas wuwungan rumah. Namun, secepat itu sosok misterius tadi sudah berada di atap rumah bagian depan.

Aku masih memperhatikanya, manakala dia turun lagi dan hingga di atas mobil. Dalam keadaan seolah masih mimpi, saat itu aku merasakan mobil bergoyang-goyang. Kemudian makhluk itu melompat dan menginjakkan kakinya di atas tanah. Aku bahkan membiarkan dia mengintipku dari balik kaca jendela mobil

Wow! Rupa makhkuk itu sangat menyeramkan. Dia memiliki dua tanduk di kepalanya. Matanya merah. Gigi taringnya panjang. Telinganya lancip seperti kelelawar. Wajahnya disuburi dengan banyak bulu hitam. Persis seperti yang sering divisualkan dalam film horor.

Anehnya, aku biasa saja. Mulanya, sama sekali tak ada ketakutan yang kualami. Rasa takut yang begitu sangat, timbul setelah aku sadarkan diri karena mendadak terbangun dari tidur, atau tepatnya keadaan samara itu. Namun, ketika itu pula si makhluk menghilang. Seketika aku melompat dari mobil tua, dan berlari ke pintu depan rumah. Kugedor pintu itu dengan kuat, sampai-sampai ayah yang terbangun sempat memarahiku. Namun, tak segera kuceritakan kejadian aneh itu.

Atas kejadian aneh yang kualami, aku tak dapat mengatakan, bahwa itu adalah mimpi ataupun nyata. Yang pasti, aku mengalaminya cukup lama. Buktinya, saat aku tersadar waktu sudah menunjukkan pukul 03 dinihari. Padahal, saat masuk ke dalam mobil itu baru sekitar pukul 23.45.

Jika kubilang hal itu hanya mimpi, namun jelas kejadian itu sedemikian nyata. Sulit kukatakan bahwa itu hanya bunga tidur semata.

Karena tak tahan memendam misteri ini, akhirnya kuadukan ini pada ayah. Betapa aku kaget, sebab ternyata ayah membenarkannya. Menurutnya, kejadian yang kualami itu bukan sekedar mimpi. Ayah sendiri mengaku pernah mengalaminya. Sama seperti aku. Pada awalnya ayah juga menganggap hal itu seolah-olah hanya mimpi.

Apakah kejadian aneh itu ada hubungannya dengan rumah yang kami tempati?
Ya, kami sekeluarga memang tinggal di sebuah rumah tua yang sebenarnya milik Uwaku. Beliau memang dinas dan sudah menetap di Kalimantan. Karena Uwak tak mau mengontrakkan rumah ini kepada orang lain, maka daripada kosong beliau meminta kami sekeluarga  untuk menempatinya.

Bangunan rumah ini memang tergolong salah satu bangunan yang paling tua di lingkungan kami. Kami merasa betah dan nyaman tinggal diatas tanah yang luasnya sekitar 500 meter persegi itu karena suasananya sejuk dengan berbagai macam tanaman.

Kejadian pada malam itu akhirnya terlupakan seiring dengan sang waktu. Setelah ayahku pensiun, semua keluarga pindah ke kampung halaman kami. Aku yang belum berkeluarga terpaksa menempati rumah ini seorang diri, karena memang aku tak enak untuk menolak permintaan Uwakku, terlebih beliau bersedia memberiku sejumlah uang untuk biaya pemeliharaannya. Intinya, Uwa tetap mengharapkan agar rumah miliknya itu jangan sampai dikosongkan.

Ada beberapa kejadian mistis yang dialami ayahku saat masih tinggal di rumah ini. Salah satunya yakni sering terdengarnya suara tangis dan tawa seorang wanita. Uniknya, hal ini cuma dialami oleh ayah sendiri. Tak jarang ayah sering diganggu, dicolek, atau dikelitik sewaktu tidur. Mulanya, ayah mengira yang mengganggunya adalah ibuku yang tidur di sampingnya.

Kejadian aneh juga pernah dialami seluruh penghuni rumah. Ini persisnya berlangsung saat malam-malam terakhir sebelum ayah dan semua keluarga pindah ke kampung halaman, kecuali aku.
Suatu malam sekitar pukul 23.00 WIB. Setelah hujan reda, kami sekeluarga dikejutkan dengan suara ketukan pintu yang disertai ucapan salam seorang wanita. Tapi setelah dibuka olehku, ternyata tidak ada siapapun.

Kejadian aneh ini berlangsung dua malam berturut-turut. Karena penasaran, akhirnya kami bersepakat untuk mencoba menjebak si tamu misterius itu. Dengan berbagai cara yang diatur, kami berhasil melihat siapa sebenarnya yang telah membuat keresahan itu. Ternyata benar! Dia seorang perempuan. Usianya sudah tua. Hal ini diketahui ayah sendiri yang tidur di dalam mobil. Sedang aku dan kedua kakak yang tidur di dekat pintu yang akan diketuk, tidak sempat melihat seperti yang dikatakan oleh ayah.

Begitulah keanehan di dalam rumah tua itu. Aku selalu berdoa dalam hati, mudah-mudahan sepanjang aku menempati rumah Uwak ini tidak terjadi apa-apa. Aku tetap memberanikan diri, namun dengan ditemani saudaraku misanku, yakni Acep dan Jajat setiap malamnya.
Pada malam pertama dan malam-malam berikutnya saat aku menempati rumah tersebut, suasananya biasa-biasa saja. Tetapi menginjak dua minggu berikutnya, untuk pertama kalinya aku dibuat tidak tenang.

Ketika berkumandangnya adzan shubuh, aku bergegas mengambil air wudhu. Tapi apa yang terjadi? Aku mendengar suara seorang yang mendehem dengan begitu menggema dari dalam kamar mandi. Karena kejadian ini, akhirnya sholat shubuhku terpaksa kutunda hingga di ujung waktu sampai tidak kudengar lagi suara mendehem yang menggetarkan nyali itu.

Pikirku, mungkin suara dehem itu adalah jin. Maksudku jin muslim. Konon, jin-jin yang taat kepada Tuhannya, saling berebut wudhu apabila mendengar masuknya waktu sholat. Benarkah? Entah, aku tak bisa memastikannya.

Berawal dari kejadian ini, aku sudah merasa ada makhluk lain yang memperhatikan gerak-gerikku. Buktinya, ketika suatu malam Acep dan Jajat tidak dapat menemaniku, sewaktu aku terlambat melakukan sholat Isya jam sembilanan, aku mendengar suara lembut yang mengucapkan lafadz amin. Ini terjadi tatkala rampungnya surat Al Fatihah yang kubaca, seakan-akan ada yang mengikutiku menjadi makmum di belakangku.

Spontan saja aku kaget. Namun, dengan tabah kuteruskan sholatku sampai salam.
Beberapa jam setelah kejadian itu, ketika aku hendak buang air besar di tengah malam, aku dibuat panik dengan padamnya lampu kamar mandi yang terjadi secara tiba-tiba. Sepertinya ada yang mematikan dengan terdengarnya pijitan kontak lampu yang kebetulan berada di luar pintu.
Beberapa saat aku diam saja. Tapi saking dibuat kesal, aku nekad untuk membentaknya.

“Hei! Siapa diluar?Jangan macam-macam. Ayo nyalakan!” Berulangkali aku membentak, namun tetap saja tidak ada jawaban.
“Heh, tolol! Kamu orang apa setan sih?” bentakku dengan kesal. “Ayo, nyalakan goblok!” hardikku pula.

Setelah kukeluarkan semua perkataan kasar itu, barulah lampu menyala. Bersamaan dengan lampu menyala, kubuka pintu secepat mungkin. Aku sudah nekad betul ingin melihat makhluk apa sebenarnya yang telah mempermainkanku itu. Tetapi tidak kulihat siapapun, atau setidaknya terlintas sesuatu yang aneh.
Bulu kudukku meremang….

Karena semakin dibuat tidak tenang, untuk menambah suasana rumah agar hidup, akhirnya aku mempunyai gagasan untuk membuka usaha kecil-kecilan, yakni sebuah tempat  penyewaan buku. Ruang bacaan sengaja kuletakkan di ruang depan. Kunamakan tempat penyewaan buku itu “Taman Bacaan Merpati”.

Bersamaan setelah berjalannya taman bacaan kawanku, Gilas, akhirnya kuijinkan pula untuk bergabung denganku. Gilas memang ingin mengudarakan pemancar radionya, karena memang sudah lama dia ingin punya lokasi studio di pinggir jalan. Dengan menggunakan ruangan pojok paling belakang, yang tidak jauh dari sumur itu, siaran radio yang punya nama “Baronx FM” itupun akhirnya berkumandang.

Suasana di rumah bertambah ceria dengan sering dikunjungi fans-fans radio maupun orang-orang yang menyewa buku. Kini, aku merasa lebih tenang dan terhibur.

Tetapi tunggu dulu! Suatu hari, aku tidak percaya dengan pengakuan Bandi, salah seorang crew Baronx. Katanya, dia pernah melihat perempuan misterius sewaktu siaran. Saat itu menjelang maghrib. Bandi bermaksud akan memanteng acaranya yang sudah usai dengan menghadirkan tembang-tembang kerohanian. 

Namun, sebelum mengakhiri siarannya, dari celah-celah kayu pintu studio, dia terkesima melihat seorang perempuan yang tengah berdiri memperhatikannya di pinggir sumur tua yang sudah tidak difungsikan itu. Namun sekejap mata saja, perempuan itu menghilang. Keadaan rumah maupun studio yang saat itu kebetulan tidak ada siapa-siapa , membuat Bandi ketakutan. Dia ngacir tidak karuan.

Hal yang sama pernah dialami juga oleh Agus Sulay, crew Baronx lainnya, sewaktu dia ketiduran di ruang studio. Sekitar pukul 02.30, dia terusik dengan kehadiran seorang wanita yang sedang bercermin membelakanginya. Perempuan itu sama seperti yang dikatakan Bandi, mengenakan daster kuning muda, berambut panjang dan sedikit beruban. Dan ketika perempuan itu menoleh, Agus seperti mengalami shock, karena rupa wanita itu menyeramkan.

“Bopeng-bopeng korengan seperti mengidap cacar!” cerita Agus. Tetapi yang dilihat Bandi berbeda, justru cantik walau terkesan pucat pasi.

Yang lebih unik lagi kejadian yang menimpa Gilas. Pemuda yang dikenal pemberani dan banyak tingkah ini bahkan pernah ditelanjangi habis-habisan sewaktu mencoba tidur di ruang studio.
Yang tidak habis pikir lagi kejadian yang menimpa Kang Otong, salah seorang temanku. Peristiwanya berlangsung sewaktu dia mendapat giliran menunggu taman bacaan. Di siang bolong itu Kang Otong disatroni hantu pocong. Setelah muncul sesaat, makhluk ini menelusup ke dalam gudang.

Karena berbagai keanehan yang terjadi, hanya dalam waktu tujuh bulan, akhirnya Gilas mengakhiri masa kontraknya denganku. Dia mencari lagi pangkalan studionya.

Setelah kepergian awak Baronx, suasana rumah kembali sunyi. Pengunjung taman bacaan pun semakin menusut. Namun, pendirianku tetap tidak ingin menelantarkan rumah Uwa. Rupanya, kekerasan hatiku ini semakin menjadi perhatian para bangsa makhluk halus. Hal ini dibuktikan dengan kejadian-kejadian aneh berikut.  Jajat misalnya. Dia pernah bermimpi dititipi bungkusan kain yang berisikan pakaian. Bungkusan ini diberikan oleh seorang wanita yang tidak jelas wajahnya.
“Katanya, bungkusan kain itu ada di sekitar pekarangan rumah ini,” kata Jajat menceritakan mimpinya.

Karena penasaran, kami pun mencarinya. Aneh, ternyata benar. Seperti yang dikatakan perempuan itu, bungkusan kain dimaksud kami temukan di sela-sela tembok pembatas rumah. Adapun pakaian di dalamnya berjumlah enam buah, diantaranya 2 kain kebaya, 1 kerudung warna ungu, 1 daster warna kuning seperti dikatakan Bandi, 1 kain untuk mengikat pinggang warna hitam, dan 1 pakaian khas perempuan lanjut usia warna ungu.

Setelah penemuan ini, sekaligus untuk menjernihkan suasana, akhirnya kami mencoba untuk menelusuri latar belakang rumah Uwa yang sudah lama aku huni tersebut. Aku pun menghadirkan Paman Wandy, yaitu pamannya Acep yang kebetulan pandai dengan ilmu kebathinan.
Ketika berkenan datang ke rumah tua itu, Paman Wandy memperhatikan sumur tua, kamar mandi, gudang, dan semua tempat yang sudah kami ceritakan.

“Auranya memang beda,” ujar paman Wandy ketika kami berada di dalam ruangan yang pernah jadi markas Baronx FM. Kemudian dia menghentak-hentakkan kakinya pada tegel yang sebagian sudah retak. Lantas dibukanya salah satu tegel itu.

“Dari dulunya memang sudah begini,” kataku menjelaskan ketika ditemui banyaknya rayap beserta tanahnya yang terasa gembur. Paman Wandy mengambil tanah tersebut.
Dengan membawa segenggam tanah yang disimpan dalam kantong plastik, Paman Wandy pamit pulang. Usai melakukan ritualnya, dia baru menyampaikan apa yang telah dilihatnya dengan mata batin.

Dikatakannya bahwa di bawah tegel yang sering ditemui banyak rayap dan tanahnya selalu gembur itu, tersimpan sebuah peti peninggalan dari seorang kakek.

“Maksud Paman harta karun?” tanyaku, penasaran.
Paman Wandy menggeleng pelan. “Peti yang berukuran cukup besar itu, hanya berisikan benda-benda keramat. Disamping itu ada sebuah peti yang dikerumumi oleh para jin jahat yang jumlahnya 31 macam. Tidak mudah diambil dan dimiliki oleh sembarang orang,” jelas Paman Wandy dengan mimik serius.

Menurut Paman Wandy, benda-benda pusaka berjumlah 11 buah dan tersimpan di dalam peti itu akan diwariskan kepada 11 orang pula yang pernah merawat tempat yang sekarang menjadi milik Uwaku. “Mereka adalah para hamba Allah yang telah dianggap sempurna imannya. Entah siapa? Yang pasti, para jin jahat itu pun berkeinginan untuk memilikinya,” tambah Paman Wandy.

Yang terasa unik, Paman Wandy juga berhasil menjalin kontak batin dengan seorang kakek berjubah yang disebut sebagai Jin Muslim yang coba mengamankan benda-benda pusaka tersebut dari keinginan para Jin Kafir yang memperebutkannya. Dari kontak batin ini diperoleh pula informasi bahwa  rentang 2008-2010, akan terjadi musibah besar di negeri ini. Malapetaka yang terjadi, bisa berupa kejadian alam atau segala sesuatu yang dibuat oleh manusia sendiri.

Tentang sosok perempuan yang selama ini sering menggoda kami, ternyata bernama Nyi Ratu Dewi Sari Alam. Namun biasa dipanggil Nyi Rambut Kasih, lantaran memang dia memiliki rambut yang begitu elok dan selalu mengasihi (merawat) tubuhnya. Dia masih titisan darah ningrat, keturunan salah satu kerajaan Pasundan, yakni Pangeran Sumedang.

Menurut riwayat, Nyi Rambut Kasih mencari kakeknya yang hilang. Karena selalu gagal, akhirnya dia putus asa dan mengakhiri masa hidupnya dengan cara bunuh diri. Melihat demikian, dayang setianya bernama Nyi Demang Pakuningrat, melakukan hal yang sama.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar