Kisah Misteri : Cinta Yang Kandas Oleh Setan Alas


Sejak ibuku meninggal, ayahku jadi berubah total. Ayah selalu keluar rumah dan jadi jarang pulang. Pikirku, ayah sangat terpukul akan kematian ibu. Lalu, ayahku menjadi frustrasi dan gundah gulana. Bahkan, karena berat kehilangan ibu, maka ayah menjadi stress berat.

Syahdan, maka karena itulah ayahku mencari pelarian. Tapi sayangnya, pelarian ayah itu kepada hal yang negatif dan buruk. Ayahku jadi penjudi, pemabuk dan akrab dengan beberapa perempuan malam. Duh Gusti!

Sebagai anak tunggal yang masih kecil, aku menjadi korban frustrasi ayah itu. Ya, aku jadi ditinggal keluar rumah terus oleh ayahku. Pada umur yang begitu muda, aku sudah mengurus diriku sendiri. Aku mencuci pakaian, memasak dan menyetrika sendiri. Baik pakian ayah maupun pakaianku sendiri.

Setelah tiga hari pergi, ayah baru pulang dan meninggalkan beberapa rupiah uang untukku makan kebutuhan rumah dan kebutuhan sekolahku. Namun ketika ayah pergi, keluar untuk berjudi, aku dibiarkan tidur sendiri di rumah. Aku ditinggal seperti seekor kucing yang tidak punya perasaan takut, tidak punya perasaan sedih dan tidak punya perasaan kesepian sendiri.

Padahal, setelah ayahku pergi, aku menghadapi banyak hal yang aneh dan mengerikan dalam rumahku yang angker. Untunglah, aku selalu mendapat perhatian serta bantuan para tetangga.
Aku bersyukur, tetanggaku semuanya baik. Bahkan, sangat baik karena prihatin
dengan kehidupanku. Maka itu, mereka sering mengirim aku makanan, pakaian bekas dan memberiku uang jajan.

"Kamu masih kelas dua SD Nduk, tapi kamu sudah dihadapkan dengan persoalan yang begini berat. Ayahmu kok seperti itu ya?, Ayahmu jarang pulang, kelayapan terus di luar rumah, acuh tak acuh kepadamu, kalau pulang sempoyongan karena mabuk
dan baju kotor penuh noda lipstik karena habis main perempuan malam.

Seharusnya, karena cinta kepada ibumu, justru ayahmu harus lebih memperhatikan kamu, mengurus kamu dengan baik, merawat kamu dan menjadikan kamu orang yang berarti bagi keluarga, bangsa dan negara ini. Tidak memperlakukan kamu seperti ini, ditinggal terus dalam usia yang


begitu hijau," ungkap Bule Parmi, tetangga sebelah kanan rumahku di Karangnongko, Tulung Agung, Jawa Timur.

Bule Parmi pernah menegur ayah agar tidak meninggalkan aku terus menerus seperti itu. Tetapi ayahku malah marah, tidak menerima nasehat Bule Parmi. Bahkan, ayahku mengancam akan mencederai Bule Parmi dan suaminya, Pakle Karno bila terus ikut campur urusannya.
"Ini urusan saya, jangan ikut campur," kata ayahku, marah keras, hingga membuat Bule Parmi tidak mau membicarakan itu lagi kepada ayahku.

Karena prihatin kepada nasibku, Bule Parmi lalu menceritakan keadaan ini kepada Bude Daryani di Surabaya. Saat itu Bude Daryani datang untuk menengok kami di rumah kami di Karangnongko. Bude Daryani adalah kakak kandung almarhumah ibuku. Karena jauh dari kami, maka Bude tidak banyak tahu tentang hal ini.

Bude Daryani tidak tahu tentang keadaan kami sebenarnya. Maka itu, dengan berat hati, Bule Parmi menceritakan apa adanya tentang keadaanku. Ya, apa adanya menyangkut keadaan kehidupanku yang diperlakukan ayahku seperti ini.

Bude Daryani langsung mengajakku ke Surabaya.
"Sudah, kamu pindah ke Surabaya,

Bude akan besarkan kamu dan kamu Bude angkat anak. Sekolah kamu besok Bude urus terus pindah sekolah di dekat rumah Bude di Ketintang, Surabaya," kata Bude Daryani kepadaku.

Sebagai etika keluarga, Bude Daryani memohon ijin kepada ayahku agar aku diijinkan untuk tinggal bersama Bude Daryani. Tadinya aku kira ayahku akan melarang, tetapi ayahku justru mendukung. Jadi, aku merasa tidak disayang lagi oleh ayah. Aku dibuangnya ke Surabaya.

Mulanya kukira ayah akan mempertahankan aku. Tidak mengijinkan karena rasa sayangnya. Lalu, harapanku, ayah akan bertobat, kapok lalu lebih memperhatikan aku, menyayangi aku dan tidak berjudi, tidak mabok dan tidak bermain perempuan nakal lagi.

Arkian, ternyata hal itu tidak dilakukan ayahku. Dia malah sedang aku pergi, yang akan membuatnya lebih bebas dan tidak memberiku uang lagi yang selama ini, ya nungkin, memberatkannya.
Tidak terasa, karena sedih merasa tidak : sayang ayahku, aku jadi menangis. Aku Derlari ke kamar dan menjatuhkan diriku, :elungkup di kasur untuk menangis. Bude Daryani mendekati aku, membelai rambutku zan Bude Daryani juga menangis.

"Sudahlah Nduk, lupakanlah rasa sedih ini. Bude mengerti mengapa kamu “tenangis. Ya, karena kamu merasa tidak
disayang oleh orangtua satu-satunya milikmu. Setelah ibumu tidak ada, harapanmu akan dikasihi ayahmu sepenuh hati, ternyata ayahmu tidak memberikan kasih sayangnya itu kepadamu. Sudahlah, anggaplah Bude ini pengganti ibumu, dan Pakde Otto sebagai ayahmu. Pakde Otto senang sekali kamu tinggal dengan kami. Apalagi Endah, saudara sepupumu, akan girang sekali mengetahui kamu tinggal dengan kami di Surabaya," bujuk Bude Daryani kepadaku.

"Aku teringat Ibu, Bude. Ibu rasanya ada di dekat sini. Ibu tadi aku rasakan datang dan membelaiku. Ibu berpesan agar aku berbaik-baiklah dengan ayah, jangan kurang ajar kepada ayah. Sebab baik buruknya dia, dia adalah ayahku, demikian pesan Ibu tadi Bude Dar," desisku.

Memang, pada saat ayahku mengijinkan aku pergi bersama Bude Dar, dan aku bersedih, ibu ku tiba-tiba muncul di depan mataku. Ibu tersenyum manis, senyum khas nya ketika hidup, ketika dia mencandaiku dulu, ketika dia memanjakan aku. Ibu menjulurkan tangannya ke rambutku dan membelai rambutku dengan lembut.

"Jangan bersedih Nak, pergilah ke Surabaya dan tinggallah bersama Bude Dar. Bude Dar itu bukan siapa-siapa, dia adalah ibumu sendiri, adik ibu, sedarah sekandung sama ibu. Pergilah. Tapi tetap sayangilah ayahmu, hormati dia sebagai orangtua.

Jelek atau baiknya dia, dia adalah ayah kandungmu, ayah yang mencintai ibu lalu melahirkan kamu. Kamu adalah buah cinta ayah yang tidak boleh dilupakan seumur hidupmu. Ingat itu Nak," ungkap ibu, sambil menghilang beberapa saat kemudian.

Kedatangan ibuku itulah yang membuat aku menangis. Bude Dar memahami hal ini dan Bude berjanji akan mencintai, menyayangiku sepenuh hati, sebagaimana dia menyayangi Endah anak kandungnya sendiri.

"Terima kasih banyak Bude Dar, Pakde Otto dan Endah, yang mau menerima aku sebagai bagian dari keluarga di Ketintang, Surabaya," bisikku, lirih.

Tanggal 2 Januari 2011, hari Minggu Kliwon, aku pindah ke Surabaya. Semua pakaian, buku-buku, tas dan sepedaku dibawa ke Surabaya. Tapi, kata Bude Dar, sepeda ku tidak usah dibawa, ditinggal saja di Karangnonggo, nanti di Surabaya dibelikan sepeda baru. Karena mau dibelikan sepeda baru di Surabaya, walau aku sedih meninggalkan sepeda kenangan itu, kenangan karena aku sering dibonceng oleh ibuku dengan sepeda itu, aku terpaksa meninggalkannya juga karena sulit dimasukkan ke mobil Bude Dar. Belakangan, setelah aku pergi, sepeda itu dijual oleh ayahku untuk modal judi.

Selama aku tinggal di Surabaya, tidak sekalipun ayahku datang menengok aku. Padahal aku merindukannya dan kepingin ditengok oleh ayahku. Sampai aku mengirim surat ke alamat rumah kami, tapi ayah tak pernah menggubris. Jangankan datang melihatku ke Surabaya, membalas surat ku pun, tidak dilakukannya.

Karena saking kangennya kepada ayah, setelah setahun di rumah Bude Dar dan sekolah di Ketintang, Surabaya, aku minta ijin Bude Dar dan Pakde Otto untuk menengok ayah di Karangnongko, Tulung Agung. Bude mengijinkanku, tetapi Bude Dar yang harus mengantarkan aku ke Karangnongko. Bude tidak memperbolehkan aku naik bis sendiri karena dianggap terlalu kecil untuk jalan jauh sendirian.
Kami pergi bertiga kala itu. Pakde Otto sedang tugas ke Bali, maka Pakde tidak bisa ikut. Bude Dar menyetir mobil sedang Honda Jazz nya, aku duduk di depan dan Endah duduk di belakang. Hatiku berbunga-bunga di jalanan menuju Karangnongko, girang karena akan bertemu ayahku.

Selain bertemu ayah, juga aku kangen kepada kamar tidurku, rumahku dan para tetanggaku yang baik hati. Aku sangat merindukan semuanya setelah setahun aku merantau di Surabaya. Kami bertiga nyanyi-nyanyi di perjalanan. Sambil melihat pemandangan yang indah di kiri dan kanan, serta sambil tertawa bila melihat ada pemandangan yang aneh dari orang-orang selama di perjalanan.

Aku dan Endah paling keras suaranya kalau menyanyi. Karena kami berdua memang akan menjadi penyanyi profesional bila waktunya tiba. Bude Daryani dan Pakde Otto memasukkan kami ke kursus nyanyi Yamaha Music Dharmo, dan kami . diajari menyanyi yang baik dan benar. Bernyanyi dengan tehnik tinggi, artikulasi, diksi dan vibrasi yang baik. Kami juga diajari berpenampilan indah di panggung, berbusana seni dan bicara yang bagus kepada audiens.

Setelah hampir setahun kursus, aku dan Endah sudah 18 kali nampil. Kami nyanyi di gedung-gedung pertunjukan di Surabaya, di resepsi pernikahan dan juga nyanyi di lomba-lomba musik pop. Pernah dua kali nyanyi di Bali Beach, Denpasar berdasarkan job pemberian dari Pakde Otto dan temannya, lalu kami diberi honor nyanyi yang memadai.

Karena kami sering tampil, maka kami berdua menjadi penyanyi cilik terkenal di Surabaya.
Sering muncul di televisi, radio dan wajah kami berdua sering pula masuk koran juga majalah setempat. Pakde Otto menamakan kami Duo Centhil. Dua gadis centil yang memanggungkan lagu-lagu
pop. Nama kami berdua sangat beken dan kami merasa sudah menjadi selebriti. Walau begitu, kami tidak pernah sombong dan kami bergaul layak dengan siapapun, hingga ke anak tukang becak pun, kami berteman.

Karena tampang kami sering muncul di tivi lokal Jawa Timur, seperti Surabaya TV, Jawa Pos TV, CB Channel dan CTS TV, maka aku berharap agar ayahku menonton aku dan ingin menjumpaiku. Aku berharap ayahku kangen setelah melihat aku di tivi dan buru- buru menemui aku. Sementara Bude Parmi, yang nonton acara nyanyiku di TV, bolak balik telepon, mengucapkan selamat kepadaku dan memberikan aku aplaus karena keindahan penampilanku bersama Endah dan Duo Centhil.
Bude Parmi dan semua tetanggaku menonton Duo Centhil bila kami nampil di televisi. Bahkan koran dan majalah yang memuat kami pun, tidak pernah ketinggalan mereka beli. Mereka semua menjadi penggemar setiaku dan penggemar potensial bagiku.

Namun sayang seribu sayang, ayah kandungku, justru menolak menonton aku. Dia sangat dingin dan cuwek saja ketika diceritakan Bule Parmi tentang aku di televisi. Jangankan mau menonton, melihat aku ada di tivi, langsung tivi itu dimatikannya. Aku merasa aneh melihat kelakukan ayah kandungku ini. Mengapa dia berlaku begitu dan sangat dingin kepadaku.

Pikirku, jangan-jangan, perasaan ayahku sudah mati, hatinya sudah meledak dan tekewer-kewer hingga tak ada lagi rasa rindunya kepada anak kandungnya satu- satunya ini. Otak dan pikiran ayahku, pikirku, sudah rusak oleh pengaruh minuman hingga tidak ingat lagi tugas, kewajibannya untuk menyayangi buah hatinya. 

Minuman oplosan campur obat nyamuk, campur spiritus, telah membuat otak dan hati ayahku rusak, sehingga kehilangan rasionalitas dan sentimentilitasnya.
Setelah sampai di rumah kami di Karangnongko, mobil Honda Jazz warna merah marun Bude Dar langsung masuk parkir di halaman rumah. Pintu rumah terbuka sebagian dan ruang depan berantakan. Kami bertiga masuk dalam keadaan was-was. Kami berfikir, apa yang terjadi di dalam rumah kami ini.

Dengan hati-hati, aku masuk rumah lebih duluan. Lalu, Endah dan Bude Daryani berada di belakangku.

"Bapak, Bapak? Bapak di mana Pak?" panggilku.

Panggilanku tidak ada jawaban. Duh Gusti, batinku, apa yang terjadi dengan rumah ini? Apakah ada perampokan, perkelahian atau ada pembantaian terhadap ayahku? Jantungku berdebar hebat, begitu juga dengan Bude Daryani dan Endah. Kami semua cemas melihat keadaan ini.

"Bapak, Bapak, Bapak di mana?" teriakku lagi, sambil perlahan dan hati-hati membuka kamar ayahku. Kamar ayah dan ibu ketika ibuku masih hidup. Pintu kamar itu terbuka seperempat dan aku melongokkan kepada sambil memanggil ayahku. Arkian, ternyata di dalam kamar tidak ada siapa-siapa dan kamar itu berantakan. Lampu baca terjatuh, kasur sobek mengeluarkan kapuk dan tape deck hancur berantakan seperti baru saja dipukul benda keras.

Setelah melihat kamar ayahku, aku masuk ke kamar tidurku dulu kala. Pintu kamarku itu tertutup rapat dan terkunci dari dalam. Ya Allah, batinku, mengapa kamarku terkunci dari dalam. Siapa yang mengunci dan siapa yang berada di dalam kamarku?

"Bapakku kah di dalam?" batinku. "Pak, Bapak? Bapakkah di dalam?" tanyaku.
Tidak ada suara yang menyahut dari dalam. Keadaan sunyi dan bisu. Bude Dar dan Endah meminta aku mendobrak pintu itu. Lalu, aku mengambil kayu balok dan mendorong engsel pintu. Gdubrag, sekali dorong pintu langsung terbuka. Kami langsung masuk dan melihat ke dalam.

Di sebuah sudut kamar, di belakang lemari pakaianku, aku melihat wanita berambut panjang dengan tatapan mata kosong ke depan. Semua mata wanita itu putih semua. Tidak ada bola hitam sebagaimana umumnya mata manusia.

"Dia bukan manusia biasa. Dia hantu Nduk, hantu," kata Bude Daryani, berteriak.
Di bawah ranjang, aku melihat bapakku terkapar, kejang-kejang seperti orang sedang terkena serangan jantung. Aku segera minta bantuan tetangga dan tetangga berdatangan membantu. Dalam hitungan detik, wanita berambut panjang, mata putih semua itu menghilang dalam hitungan detik.
"Hantu, hantu itu hilang," teriak Bude Daryani.

Tetangga laki-laki mengangkat ayahku keluar dari kolong ranjang dan dilarikan ke rumah sakit menggunakan mobil jazz Bude Dar. Ayah segera dimasukkan di UGD Rumah
Sakit Tulung Agung dan dirawat dokter ah Seminggu di rumah sakit, ayahku siuman. Ayah mulai sehat dan normal.

Begitu melihat aku, ayah langsung memeluk aku dan menangis. Dia nampak rindu sekali kepadaku dan mencium keningku berulang kali.

"Bapak kangen Nduk, kangen sama Nduk, ke mana saja selama ini kamu Nduk? kata bapakku.
Kyai Haji Nahrowi, guru spiritual Bude Dar menyatakan, bahwa bapakku selama ini dipengaruhi Setan Alas Purwo. Dia bepergian selama ini, bertapa secara salah di goa Loba^ di Banyuwangi Selatan dan bertemu Setan Perempuan bermata putih dan berambut panjang. Mereka menjalin asmara yang salah dan bapakku kesetanan dibuatnya. Bapak sampai lupa anak, hilang rasa kasih, hilang rasa sayang dan hatinya ditutup, matanya dibutakan oleh Setan Alas Purwo tersebut. Ketika pergi dari kamarku, menghilang,

Setan Alas itu kembali ke Alas Purwo dan memutuskan hubungan dengan bapakku. Bapakku memang sudah lama mau lepas, tetapi tidak bisa. Pengaruh gaib Setan Alas itu begitu besar hingga bapakku terperangkap di pelukannya.

"Bapakku bukan jahat kepadamu, tetapi bapakmu dibutakan oleh setan itu dan kini bapakku kembali normal. Maka itu, dia sangat merindukanmu dan tidak mau pisah lagi denganmu," desis Kyai Haji Nahrowi kepadaku.

Tahun 2014 ini aku sudah menjadi penyanyi profesional di Jakarta. Bersama Endah, Duo Centhil rekaman ke 30 dan melakukan banyak show off air di luar negeri. Di Jakarta Barat, aku tinggal bersama ayah kandung yang sangat kucintai ini. Sementara Endah, tinggal bersama ibu dan ayahnya, Bude Dar dan Pakde Otto di Jakarta Selatan. Bapakku membuka usaha toko sembako di Meruya Barat. Dia rajin ke mesjid, rajin sedekah dan rajin ke pengajian. Ayah sudah berubah total dan jauh dari maksiat. Ayah sudah meninggalkan judi, minuman keras dan perempuan nakal. Perempuan nakal yang ternyata Setan Alas yang masuk ke dirinya dan menjadi istri gaibnya selama satu setengah tahun.

Kini kami berdua hidup bahagia di rumah kami yang sederhana di Villa Meruya. Sementara show off air ku bersama Duo Centhil terus berkibar dan kami menjelajah nyanyi di seluruh dunia. Terima kasih Yaa Allah, Engkau telah mengembalikan milik tunggalku yang hilang selama ini. Dan aku sangat bahagia bersamanya. Ayahku tercinta, terkasih dan kusayang tanpa batas. Thanks God!

1 komentar:

  1. PENGAKUANG DARI IBU HASNA DI MALAYSIA
    Asslamualaikum....
    saya hanya sebagai perantara untuk menyampaikan tentang dana ghaib diperoleh melalui media doa-doa dzikir khusus bersama anak-anak yatim/piatu dan muda/mudi pesantren sehingga jauh dari hal-hal klenik/mistik yang tentunya dilarang oleh Agama.
    PROGRAM PENARIKAN DANA GHOIB 1/2 HARI CAIR
    Tingkat 1 = Untuk Hasil 500 Juta
    Tingkat 2 = Untuk Hasil 1 Milyar
    Tingkat 3 = Untuk Hasil 2 Milyar
    Tingkat 4 = Untuk Hasil 3 Milyar
    Tingkat 5 = Untuk Hasil 4 Milyar
    Tingkat 6 = Untuk Hasil 5 Milyar
    Tingkat 7 = Untuk Hasil 6 Milyar
    Tingkat 8 = Untuk Hasil 7 Milyar
    insyallah akan sukses jika anda mau mengambil keputusan untuk mengikuti program ini. ingat bahwa kita yang menjalakan tapi allah yang akan menentukan hasilnya.
    JIKA ANDA BERMINAT, YAKIN DAN PERCAYA INSYA ALLAH AKAN BERHASIL, SAYA SENDIRI SUDAH BUKTIKAN ALHAMDULILLAH BERHASIL. JIKA ANDA BERMINAT SILAHKAN MBAH SORE - 085-256-133-981-Terima Kasih

    BalasHapus