Bayi Misterius Dari Alam Lain



Kisah ini berawal ketika Sutejo, warga sebuah desa di daerah Kebumen, sedang menanam jagung di kebun milikinya. Jarak antara kebun ke rumah Sutejo sekitar satu kilometer jauhnya.


Suatu hari, ketika sedang merapikan dan merawat ladangnya, hujan tiba-tiba saja turun sangat deras. Sampai malam menjelang, hujan belum juga menunjukan tanda-tanda akan reda. Sutejo sebenarnya sangat ingin pulang untuk bercengkrama dengan isterinya, yang pasti sendirian di rumah, sebab setelah lima tahun menikah mereka memang belum dikaruniai momongan.

Namun lebatnya hujan, disertai dengan petir dan halilintar terpaksa harus menahan langkahnya. Untungnya, di tepi perkebunan dia memiliki sebuah gubuk kecil. Di gubuk inilah Sutejo berteduh dari guyuran air hujan, sambil menghangatkan tubuhnya di depan ranting-ranting kayu yang sengaja dia bakar.


Memang, Sutejo kerap menggunakan gubuk itu sebagai tempat istirahat jika kelelahan bekerja, Gubuk itu juga sebagai tempat dia makan siang. 
Karena berpikir hujan belum juga reda, dia pun berniat tidur di gubuk itu.

Tanpa perasaan takut sedikitpun, Sutejo merebahkan tubuhnya. Karena kelelahan, dia akhirnya tertidur pulas. 
Entah berapa lama dia tertidur. Yang pasti, sekitar tengah malam, Sutejo terbangun. Dia mendengar sesuatu yang amat mencurigakan. Persisnya suara mengalun sedemikian rupa seperti tangisan seorang bayi.


"Ya, itu memang tangis bayi. Tapi bayi siapa tengah malam ada di kebun?" Pikir Sutejo dengan batin bergetar.
Dengan memberanikan diri, dia pun membuka pintu gubuk kecilnya. Ketika pintu dibuka, Sutejo tersentak kaget dengan penglihatannya. Saat itu, dengan jelas dia melihat sesosok wanita bergaun serba putih tengah berjalan di tengah kebun jagung miliknya yang baru tumbuh setinggi lutut. Wanita itu nampak menggendong bayi mungil. Dan rupanya suara tangis bayi tadi adalah suara tangis si bayi yang ada dalam gendongan perempuan itu.


Wanita berwajah putih pucat itu sepertinya tahu dengan kehadiran Sutejo. Dia tersenyum sambil menatap lelaki itu. Dipandangi sedemikian rupa membuat Sutejo menggigil ketakutan. Dengan geraka reflek, dia segera menutup pintu gubuknya. Dengan tubuh gemetar seperti terserang malaria, dia pun segera meringkuk di bale-bale kayu tempat tidurnya. Untuk sedikit mengurangi rasa takut, berulang kali dia membaca ayat Kursyi.


Namun apa yang terjadi?
Selagi Sutejo berulang kali membaca ayat Kursyi, tiba-tiba secara mendadak pintu gubuknya terbuka dengan lebar. Bersamaan dengan itu, berhembuslah angin yang sangat kencang.

Angin itu selain menimbulkan rasa dingin, juga menimbulkan perasaan kecut di hati Sutejo. Tubuhnya kian menggigil, matanya memandang nanar pada sosok-sosok yang berdiri di hadapannya.


Aneh, jika tadi yang dilihat Sutejo adalah penampakkan wujud seorang perempuan bergaun putih yang sedang menggendong bayi, tetapi kali ini yang muncul di hadapannya adalah dua sosok makhluk halus yang berpasangan. Satu pria tampan dan yang satu lagi sesosok wanita bergaun putih yang sedang menggendong bayi tadi.


Di tengah ketakutan yang nyaris membekukan darahnya, Sutejo merasa yakin kalau wanita yang menggendong bayi itu ialah sosok yang tadi dia lihat di tengah kebun miliknya.


Kowe ojo wedi karo aku Aku tidak bermaksud mengganggumu! Tiba2 perempuan penggendong bayi itu membuka percakapan. 
Sutejo tak percaya kalau perempuan itu berbicara padanya. Bukannya hilang rasa takutnya, dia malah kian menggigil.
"Percayalah, kami tidak bermaksud jahat padamu. Justeru kami ingin meminta tolong kepadamu," kata perempuan penggendong bayi lagi.


Setelah sosok wanita itu berkata dengan nada lemah lembut, perasaan hati Sutejo lambat laun menjadi tenang. Rasa takut itu perlahan sirna, bahkan kemudian perasaan takut itu seperti hilang begitu saja.


"Pertolongan apa yang bisa kuberikan kepada kalian?" Tanya Sutejo dengan suara parau.
Kami ke sini ingin menitipkan anakku kepadamu, anakku ini perempuan. Harap kau jaga dia! Kata perempuan penggendong bayi. Sedangkan yang lelaki sejak tadi hanya diam membisu.


Sutejo sepertinya tidak diberi kesempatan untuk memberikan jawaban sanggup atau tidak. Setelah berkata demikian, wanita bergaun putih itu langsung menyerahkan bayinya kepada Sutejo. Tanpa kuasa menolak, Sutejo pun menerima bayi itu. Anehnya, ketika bayi itu hendak diletakkan di pangkuannya, tiba-tiba bayi itu menangis dan menjerit, seolah tak ingin berpisah dengan ibunya.


Mendengar bayinya menjerit dan menangis, perempuan bergaun putih kembali mengambil anaknya dari gendongan Sutejo. Dia segera menyusuinya. Hanya sebentar. Setelah bayi itu terdiam, si perempuan kembali menyerahkan bayinya kepada Sutejo. Anehnya, kali ini bayi itu tak lagi menjerit dan menangis. Sepertinya dia sudah mau dipangku oleh Sutejo, bahkan hanya sebentar kemudian si bayi tertidur.


Setelah bayi itu tertidur di pangkuang Sutejo, pasangan suami isteri misterius itu segera berpamitan pergi.
Mohon maaf, kami tak bisa lama-lama di sini. Kuharap, kau menjaga dan merawat anak kami dengan baik. Mudah-mudahan kelak dia akan jadi anak yang berbakti. Selamat tinggal, Sutejo! Tutur perempuan bergaun putih itu.


Setelah berpamitan demikian, mereka akhirnya pergi meninggalkan Sutejo. Mereka berjalan bagaikan tak menapak di tanah, melayang dengan ringan, kemudian menghilang bagai ditelan bumi. Sutejo terpana melihat kejadian itu.


Selepas kepergian mereka, Sutejo hanya bisa merenungi kejadian aneh yang baru saja dialaminya. Namun, dia tersentak kaget ketika menyadari bahwa setelah lima tahun menikah dengan isterinya, Sugiarti, mereka memang belum dikaruniai seorang anakpun. 
"Haruskah aku berterima kasih kepada makhluk misterius itu sebab mereka telah memberiku seorang anak?" Pikir Sutejo sambil memandangi bayi dalam gendongannya.


Aneh bin ajaib! Beberapa lama setelah Sutejo memandangi bayi itu, dan batinnya terkagum-kagum pada kecantikan si bayi, tiba-tiba bayi itu lenyap dari gendongannya. Hilang tanpa bekas. 
Saat itulah terdengar suara wanita tanpa wujud, Sutejo, jangan khawatir. Bayi itu bukannya menghilang, namun telah masuk ke dalam perut isterimu!


Sutejo hanya bisa diam membisu dengan batin berkecamuk. Dia masih ingat betul siapa pemilik suara itu. Ya, dia adalah perempuan bergaun putih yang tadi menemuinya dan menitipkan bayi padanya.


Selepas kejadian itu Sutejo hampir tak bisa memicingkan matanya. Dia baru tertidur ketika subuh menjelang. Dan pagi harinya, setelah bangun tidur. Sutejo masih belum percaya seratus persen dengan apa yang dialaminya semalam. Dia masih bingung, apakah yang dialaminya nyata atau hanya sekedar mimpi?


Karena penasaran, siang itu Sutejo mendatangi Mbah Wagimin, orang pintar di kampungnya. Maksudnya tak lain untuk menanyakan peristiwa yang baru dialaminya.


Setelah sampai di rumah Mbah Wagimin, Sutejo langsung menceritakan apa yang telah dialaminya semalam.
Setelah melakukan meditasi beberapa saat, Mbah Wagimin menerangkan bahwa apa yang dialami Sutejo bukanlah sekedar mimpi, tapi akan jadi kenyataan.


Mbah Wagimin menerangkan, makhluk halus itu akan segera menitiskan anaknya ke dalam perut isteri Sutejo, Sugiarti. Artinya, Sugiarti akan segera hamil dan mempunyai anak perempuan.


Sutejo juga menceritakan pengalaman anehnya kepada Sugiarti. Tetapi dia sengaja tidak menceritakan apa yang dijelaskan oleh Mbah Wagiman, sebab dia takut isterinya akan histeris bila mendengar ramalan Mbah Wagiman itu. 
Aneh memang, beberapa bulan kemudian Sugiarti ternyata memang hamil. Bulan demi bulan berlalu dan tibalah masa kelahiran anaknya.


Saat proses kelahiran si jabang bayi, ada peristiwa aneh yang mengiringi proses kelahirannya. Ketika itu hujan deras turun dengan tak henti-hentinya, kemudian disusul dengan bunyi petir yang bersahut-sahutan. Entahlah pertanda apa itu...?


Wakau persalinan hanya menggunakan jasa dukun beranak, namun untunglah bayi itu lahir dengan selamat. Ajaibnya lagi, bayi itu lahir dengan jenis kelamin perempuan.


Sutejo membari anaknya nama Sri Ayu Hapsari. Bayi itu mereka rawat dengan baik. Dan sejak itulah kejadian aneh dan ganjil selalu menyertai perjalanan hidup anak mereka.


Diantaranya, jarang sekali Sri Ayu menangis, walau terkadang sering ditinggal ibunya untuk mencuci. Malah Sugiarti sering merasa heran, sebab kadang-kadang Sri Ayu sering tertawa sendirian seperti ada yang mengajaknya bercanda.


Sutejo sering berpikir, mungkin ibu gaibnya yang mengajaknya bercanda. Dan, puncak dari keanehan yang menyertai Sri Ayu berlangsung ketika usianya menginjak usia tujuh bulan. Bayi itu menunjukkan keistimewaannya.


Ya, seharusnya bayi yang normal baru bisa berjalan ketika usia setahun atau lebih. Namun, Sri Ayu berbeda. Baru tujuh bulan dia sudah bisa melangkahkan kakinya.


Menurut orang pintar, yang menyebabkan Sri Ayu sudah bisa berjalan karena ada yang mengajarinya, yaitu kedua orangtuanya yang berasal dari makhluk halus.


Seiring dengan berjalannya sang waktu, keanehan demi keanehan selalu menyertai Sri Ayu. Namun di balik itu, anak itu juga sering membuat ulah atau boleh dikatakan sifatnya terlalu hyper aktif jika tidak boleh dikata nakal. Dia kerap menjahili teman sepermainannya, sehingga lawan mainnya sering menangis dibuat olehnya.


Walau begitu, Sri Ayu Hapsari jarang menderita sakit, tentunya ini membuat Sutejo dan isterinya, sebagai orang tua Sri gembira karena tidak pernah membawa anaknya ke rumah sakit, dan ini berarti penghematan keuangan bagi pasangan suami isteri yang tergolong keluarga sederhana itu.


Mbah Wagimin meramalkan, anak Sutejo itu kelak akan menjadi orang pintar yang banyak dibutuhkan orang. Namun bagi Sutejo dan Sugiarti, yang terpenting anaknya kelak akan menjadi anak yang cerdas, yang berbakti kepada kedua orangtuanya.


"Namun seringkalii aku berpikir, apakah benar Sri Ayu Hapsari anak kandung kami, atau dia anak makhluk halus itu? Entahlah, yang terpenting kami kini telah mempunyai anak. Anak yang dapat membahagiakan kami sekeluarga.

Dan kami akan merawatnya dengan baik," papar Sutejo, sekaligus menutup perbincangannya. Sebagai catatan, Sutejo dan Sugiarti menolak saat hendak difoto. Mereka juga tidak mengijinkan memotret putri semata wayangnya yang lincah itu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar