Ular Bersisik Emas Di Makam Kyai Lampah


Siluman ular itu jarang menampakkan diri selain kepada mereka yang sedang beruntung ziarah di pesantrean sesepuh penanggung jawab Desa Denasri Kulon, Kecamatan Batang, Kabupaten Batang, Jawa Tengah ini. 

Mereka yang pernah bertemu ular kajiman tersebut pengakuannya tidak sama tentang besar ukuran tubuh. Kadang kelihatan sebesar batang pohon kelapa, ada juga terlihat sekecil jempol kaki. Namun yang pasti berkulit emas mengkilau. Ular naga di semua kerajaan era dulu adalah simbol dari sebuah kebijaksanaan dan keagungan. Maka tak aneh pula kiranya bila para peziarah berburu pangkat, derajat, serta kemuliaan hidup. 

Kepala desa yang pernah menjabat di Desa Denasri Kulon, sangat memperhatikan kelestarian dari petilasan ini. Seperti misalnya Pak Kabulah. Saat masa pencalonan sebagai Kades, terlebih dulu topo broto, di makam Kyai Lampah, di samping tentunya lelaku- Ielaku berat lainnya. Untuk mencalonkan diri sebagai pemimpin desa tidak semudah membalikkan telapak tangan. Selain calon pesaing juga tak sedikit rumitnya mengatur strategi untuk menang. Pak Kabulah lahir dari keluarga sederhana dan bersahaja, tidak begitu melimpah harta bendanya. Salah satu cara pendekatan ke semua warga berupa dana pembangunan maupun lainnya, di banding balon (bakal calon) atau rival sedesanya. Di prediksi pengumpulan suara nantinya cukup berada di urutan ketiga dari tiga peserta. 


Selain pendanaan besar juga ada peran paranormal yang membantu menyukseskan lewat jalur supranatural. Dari saran orang tua, Pak Kabulah tirakat di makam Mbah Lampah, beda dengan rival lain yang lebih mengandalkan kekuatan bantuan secara magis. Dingin malam hujan, serta embun menyelimuti pusara tak menyurutkan tekad bulat Pak Kabulah. Tak Ada rasa takut pada setan atau makhluk halus melainkan hanya takut akan kuasa Tuhan Sang Pencipta Alam. 

"Pak Kabulah itu kepala desa yang pernah tirakat di makam Kyai Lampah ini dan hajatnyapun berhasil. Sedikit banyak beliau juga yang memprakarsai pembangunan cungkup yang bertahap. Baik dari dana pribadi, swadaya masyarakat, atau bantuan peziarah," tutur Pak Ganip, warga yang tinggal tak jauh dari makam. 

Pusara Kyai Lampah di hiasi porselin warna dasar putih polos. Tak ada yang berani menebang pohon Laban berdampingan dengan nisan. Karena sewaktu awal pembangunan seorang tukang batu yang tak sengaja menaruh sabit di tancapkan ke batang pohon dan mengeluarkan sedikit darah merah. Setelah itu disepakati bahwa pohon menjadi penaung pesarean dari zaman dulu itu tidak di tebang. 

Cungkup berkeliling mori putih pada bagian atapnya menyatu utuh dengan pohon laban. Sampai tiga generasi pembangunan terus berlanjut sampai tertata indah, karena dalam kurun itu pula tampuk kepemimpinan desa di jabat oleh anak dan cucu dari Pak Kabulah. Mereka juga menempuh jalan spiritual sama seperti yang di jalani pendahulunya. 

Yang menambahkan pembangunan atap tersebut cucu Pak Kabulah yang juga menjabat kepala desa Denasri Kulon. Dulu juga lelaku disini. Keluarga mereka memang sangat peduli dengan Mbah Lampah. Mungkin doa restu Kyai juga menyertai kesuksessan mereka. "Buktinya dalam pergantian mereka menyumbangkan tiga nama," ujar Pak Ganip sambil menunjuk atap cungkup makam. 

Jelang malam Jumat Kliwon umumnya hanya terlihat peziarah, baik dari kalangan umum, atau juga rombongan para santri membawa kitab suci di areal makam kuno Mbah Kyai Lampah. Sedangkan untuk mencari jati diri sosok Kyai Lampah memang sampai saat ini belum dapat diketahui pasti asal usulnya. Hingga kini masih banyak berdatangan kalangan-kalangan mistik ahli makam yang mencoba menguak tabir Misteri sosok Kyai Lampah. Beberapa masyarakat hanya meyakini kalau Kyai Lampah ini adalah seorang pengembara yang berasal dari Brang Wetan. 

Di mungkinkan juga berasal dari daerah Lamongan, Jawa Timur. Yang memang banyak peninggalan-peninggalan dari berbagai tokoh Brang Wetan yang tersebar di Batang. Makanya ada juga yang berpendapat kalau orang dari timur merantau ke kawasan Batang banyak berhasilnya. Contoh terkecil banyak orang-orang dari Jawa Timur yang membuka warung Lamongan di sepanjang Batang. Di samping juga karena keuletan bekerja yang akhirnya meningkatnya taraf hidup mereka.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar