KISAH MISTERI : Akibat Disumpah Kakek Pesawat Jatuh Di Kuburan
Kalau makam ini nekad diganggu, umur ibu tidak akan lebih dari tiga bulan lagi! Sumpah yang diucapkan kakek pemilik makam keramat. Tak berselang lama, ancamannya terbukti. Belum genap tiga bulan, wanita uzur itu tewas setelah pesawat yang ditum^pginya tergelincir dan nyungsep di kuburan angker.
Tepat 8 Maret lalu pesawat milik maskapai penerbangan Malaysia (MAS) MH370, dinyatakan hilang setelah penerbangannya dari Kuala Lumpur menuju Beijing. Beragam spekulasi tentang lenyapnya pesawat Boeing 777-200 ER terus bergulir. Seluruh awak pesawat berikut 239 penumpang dimana tujuh orang di antaranya adalah warga Indonesia, hingga saat ini belum diketahui nasibnya.
Peristiwa itu mengingatkan penulis pada peristiwa kecelakaan pesawat Lion Air (LA) sepuluh tahun silam, tepatnya Rabu, 1 Desember 2004. Saat itu pesawat LA Jurusan Jakarta - Solo tergelincir dan nyungsep di areal kuburan angker ketika akan mendarat di Bandara Adi Sumarno Solo.
Kecelakaan tersebut menewaskan 23 orang dari 146 jumlah penumpang. Berdasar hasil investigasi Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT), kecelakaan tersebut murni akibat human error. Dimana pada saat itu landasan pacu bandara dalam keadaan tergenang air atau peristiwa itu bisa disebut sebagai Hydroplaning. Akibatnya pesawat tersebut tergelincir dan tak dapat dikendalikan bahkan pesawat mengalami Overshoot / Overrun (meluncur keluar landasan). Saat itu Kota Solo dan sekitar memang tengah diguyur hujan deras yang disertai tiupan angin kencang serta petir yang menyambar-nyambar.
Akan tetapi, jika disimak lebih cermat lagi akan kondisi pesawat pada saat itu, banyak keanehan yang bisa saja dipandang sebagai sebuah keanehan yang di luar nalar. Logikanya tentu saja keterangan tersebut bisa saja dianggap benar bilamana mencermati setiap upaya yang dilakukan
para relawan yang terjun langsung di lokasi kecelakaan.
Salah seorang di antaranya adalah pengalaman Supardio, yang bisa saja dipandang sebagai bukti tak tertulis pada saat itu. Pria 38 tahun itu mengaku seorang relawan yang dengan ringan tangan tanpa memandang strata dan kedudukan, ikut turut mengevakuasi para korban kecelakaan pesawat tersebut. Bersama para relawan lain serta beberapa petugas medis dari pihak bandara, ia begitu gigih mengevakuasi para korban, baik korban hidup maupun korban tewas serta mengeluarkannya dari badan pesawat meski waktu itu sedang diguyur hujan. Tak hanya berhenti di situ pertolongan yang dilakukanya, ia pun tak segan-segan turut membawa korban-korban tersebut ke berbagai rumah sakit di sekitar Kota Solo dan Boyolali.
Bahkan menurutnya, kecelakaan pesawat LA itu diduga sangat terkait dengan sebuah sumpah seorang kakek yang makam leluhurnya digusur dan dijadikan lokasi lesehan dalam areal kolam pemancingan.
"Saya yakin kecelakaan pesawat yang ditumpangi bu Murni Asita, ada kaitanya dengan peristiwa beberapa bulan sebelumnya," ujar Supardio.
Apa yang dikatakanya itu setidaknya mampu merekam kembali, bagaimana parahnya kondisi pesawat yang terbelah dua dalam guyuran hujan deras, dalam kondisi gelap gulita serta di tengah kilatan petir yang menyambar-nyambar. Supardio yang waktu itu tengah mengevakuasi seorang korban tanpa sengaja pandangannya menangkap sosok bayangan tubuh wanita tua, yang
disadarinya telah meninggal dunia puluhan tahun silam. Sosok tersebut berdiri tak jauh dari sayap pesawat.
Tentu saja kehadiran sosok yang semasa hidup dikenal sebagai seorang dukun beranak, membuat mata Supardio terbelalak dan sama sekali tak percaya, la tahu betul siapa sosok itu dan mengapa pula berdiri di situ seolah tengah memata- matai pekerjaannya. Untung ia segera sadar diri dan dengan tergesa-gesa membawa korban di depannya itu menjauh dari badan pesawat yang mulai mengeluarkan percikan api.
Begitu tiba dalam ambulance yang siap membawanya ke rumah sakit di Pandanaran Boyolali, Supardio baru menyadari bahwa wanita yang sedang diselamatkannya itu ternyata Murni Asita, seorang janda kaya yang membeli sebidang tanah milik tetangganya. Begitu melihat kondisi wanita berusia lebih setengah abad itu terluka parah, Supardio jadi teringat kembali bagaimana bertuahnya sumpah tersebut.
Menurut bapak empat anak itu,-persoalan berawal dari pembelian sebidang lahan oleh Murni. Lahan tersebut terletak di daerah Ngemplak Kabupaten Boyolali, wanita pemilik usaha katering di Jakarta itu membeli lahan tersebut berdasar imformasi dari mantan supir pribadinya, Agus Wibowo yang sekarang menetap di kawasan Donohudan Boyolali. Namun karena Murni lebih sering berada di Jakarta, maka yang mengurus masalah pembelian tersebut dipasrahkan kepada Agus, yang juga tetangga Supardio sendiri. "Mungkin karena sudah percaya sewaktu menjadi supir pribadi di Jakarta, akhirnya Bu Murni mempercayakan
pembelian itu kepada Agus," ungkap Supardio.
Setelah melalui proses tawar menawar, akhirnya lahan tersebut dibeli Agus dengan harga sedikit miring. Hanya saja, sebelum melepas kepemilikan tanahnya, pihak keluarga si penjual mengecualikan, agar kuburan tua yang ada dalam lahan tersebut tidak diganggu, apa lagi di bongkar. Syarat itu awalnya tak terlalu dipermasalahkan. Sebab waktu itu Murni sendiri belum ada rencana apapun terhadap lahan tersebut. Katanya, ia membeli hanya untuk investasi semata.
Namun belum lama berselang, setelah melihat sendiri kondisi lahan tersebut, timbul niat Murni untuk membuat kolam pemancingan ikan yang nantinya akan disewakan kepada masyarakat sekitar Boyolali. Pertimbangannya waktu itu, di sekitar daerah itu tak ada kolam pemancingan sebagai lokasi hiburan. Meski belum jelas siapa yang akan mengelola, namun Murni tetap bertekad segera mewujudkan impiannya.
Sesuai dengan hari yang telah ditentukan, wanita bertubuh subur itu meminta Agus mencari beberapa pekerja untuk menggali lahan tersebut. Agaknya Murni mulai tak memperdulikan syarat yang pernah diberikan si pemilik sebelumnya tentang kuburan tersebut. Entah siapa yang mendalangi, mengetahui rencana Murni yang akan meratakan kuburan tua itu, pihak si penjual merasa tidak rela.
"Padahal saat itu. Bu Murni telah memberi luang agar mereka memindahkan jasad yang ada di dalamnya. Namun mereka beralasan, karena makam sudah terlalu tua yang mungkin saja jasadnya juga sudah tidak ada. Makanya makam itu tak mau diganggu," terang Supardio.
Menghadapi sikap kasar keluarga itu, Murni emosi. Merasa lahan itu sudah menjadi miliknya, ia tetap bertekad melaksanakan rencananya, tanpa memperdulikan keberatan keluarga itu. Karena sama-sama keras kepala, perseteruan antara kedua pihak akhirnya meruncing. Bahkan nasehat Supardio pun tidak digubris Marni. Waktu pun berjalan. Semua keperluan penggalian telah disiapkan begitupun para buruh gali yang terus bekerja meski di bawah tekanan aksi pencegahan yang dilakukan pihak keluarga makam. Namun tak urung aktifitas itupun jadi terhambat. Para buruh kemudian mengadukanya kepada Agus.
Tak jauh beda dengan para buruh gali, Agus pun bingung menghadapi hal itu. la akhirnya menyampaikannya kepada Murni lewat telepon. Mendapat laporan demikian, Murni jadi geram, la akhirnya berjanji datang untuk menyelesaikan sendiri masalah tersebut.
Keesokan harinya Murni benar-benar terbang ke Solo. Dan sesampainya di lokasi, ia sempat kaget menyaksikan kondisi saat itu. Lahan seluas 365 meter persegi itu, tampak sudah berbentuk kolam kering tanpa air. Hanya saja, keberadaan sebuah makam mengganggu pikirannya. Hal itu kontan saja membuatnya naik pitam dan langsung memerintahkan untuk meratakanya dengan alasan akan dijadikan tempat lesehan untuk para pemancing. Para kuli gali tak kuasa menolak. Merekapun melaksanakan perintah tersebut.
Namun, suatu keanehan mendadak terjadi saat para kuli gali sedang menimbun kuburan tua itu, salah seorang pekerja tiba- tiba terperosok dan jatuh ke dalam kolam yang mereka gali sendiri. Anehnya, meski kolam itu tak terlalu dalam, namun cukup membuat pekerja gali itu terluka parah. Kaki sebelah kirinya patah. Tentu saja hal itu membuat semua yang hadir di situ kaget. Bahkan Murni pun memutuskan untuk menghentikan pekerjaan mereka hari itu.
Keesokan paginya, rencana meratakan makam yang sempat tertunda kembali dilanjutkan, meski dengan tenaga kurang satu orang.
Tapi sebelum pekerjaan terlaksana, mendadak muncul seorang kakek dari pihak keluarga si penjual.
"Kalau makam itu nekad diganggu, maka umur Ibu tidak akan lebih dari tiga bulan lagi," kata Kakek itu kepada Marni.
Namun Murni sama sekali tidak menanggapi ocehan kakek itu. la bahkan menganggap ancaman tersebut hanya sebagai gertakan sambal. Maka iapun tetap memerintahkan para pekerja untuk tetap bekerja. Akhirnya pekerjaan meratakan makam yang dianggap keramat itu selesai hari itu juga. Merasa segala sesuatunya sudah beres, Murni kembali ke Jakarta.
Dan Agus diberi wewenang untuk tetap mengawasi dan menjaga kolam tersebut. Namun belakangan Agus seringkali mengeluh dan curhat kepada Supardio. Terutama perihal ancaman yang dilontarkan si kakek. Supardio yang merasa bukan urusannya, ia hanya bisa menasehati tetangganya itu agar berjiwa besar dan penyabar.
Hampir enam minggu pasca kejadian itu, Supardio mengaku tak mendengar lagi tentang masalah makam tua tersebut. Jangankan Murni yang terakhir merencanakan segera membuka persewaan kolam pemancingan, Agus yang merupakan tetangga dusun saja, tak pernah lagi terlihat
batang hidungnya. Selentingan terdengar kabar dari tetangga kanan kiri, kalau Agus sedang ada pekerjaan proyek di Surabaya dan sudah hampir dua bulan tidak pulang.
Hingga suatu hari, menjelang malam. Supardio yang baru saja menyelesaikan sholat maghrib, dikejutkan dengan suara ledakan dahyat yang dibarengi suara petir. Suara tersebut berasal dari arah kuburan angker di desanya. Begitu ke luar, ternyata bukan dirinya saja yang mendengar ledakan tersebut. Ternyata di luar, sudah ada istri dan beberapa tetangga tengah berkerumun di sepanjang jalan desa.
Wajah-wajah mereka nampak diliputi kekhawatiran dan ketakutan yang luar bias. Mereka mengira ledakan itu berasal dari sebuah bom yang sengaja dilempar para teroris. Akan tetapi begitu salah seorang warga lain muncul dari luar dusun serta mengabari tentang suara tersebut berasal dari ledakan pesawat yang jatuh. Supardio dan beberapa tetangganya segera berlarian ke arah kuburan angker.
Sesampainya di lokasi kuburan, beberapa orang yang tadi berlarian nampak terkejut bukan kepalang. Mereka menyaksikan dengan mata nanar, sebuah pesawat LA terjatuh dan nyungsep di areal kuburan tersebut. Jiwa besarnya sebagai manusia biasa yang sudah terlatih di beberapa lokasi bencana alam seperti bencana Jogya dan Sunami beberapa waktu lalu, membuat jiwa Supardio terdorong untuk segera menolong para korban kecelakaan yang ada di dalam pesawat tersebut.
Dan salah seorang korban yang berhasil ia tolong dan membawanya ke rumah sakit adalah Murni. Waktu itu Supardio langsung menghubungi Agus yang masih di Surabaya. Dan mengabari tentang kecelakaan pesawat yang menimpa mantan majikannya itu.
"Sewaktu ditelepon Agus sepertinya kurang percaya, bahwa mantan majikannya itu adalah salah satu korban pesawat jatuh. Sebab Agus sendiri sudah tahu persis dari tayangan televisi yang mendata para korban tersebut. Tfernyata Bu Murni tidak ada dalam daftar kecelakaan tersebut," ujar Supardio mengingat kejadian waktu itu.
Agus baru percaya setelah melihat langsung di rumah sakit dimana mantan majikannya itu sudah meninggal dunia. "Saya dan Agus yang membawa almarhumah kembali ke Jakarta malam itu juga. Dan keesokan harinya dimakamkan di sana," jelas Supardio.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar