Kisah Misteri : Padepokan Dihuni Makhluk Halus
Ketika masyarakat mulai percaya akan pamor padepokan yang diketahui telah mencetuskan banyak santri mumpuni, mendadak ternoda kabar miring seputar kegiatan di dalamnya yang dianggap sesat. Hingga akhirnya padepokan tersebut dibakar. Mengapa warga sekitar mengklaim ada praktek sinkretisme dan prosesi ritual pengangkatan harta gaib?
Beberapa hari sebelum melakukan tindakan provokasi untuk merusak dan membakar pondok pesantren (ponpes) atau padepokan Pasujudan Santri Luwung di Bandung Sogo, sekitar 15 kilometer dari Dusun Bedowo Kecamatan Jetak Kabupaten Sragen Jawa Tengah, massa meyakini telah terjadi serangkaian peristiwa aneh dan dianggap mengandung unsur syirik. Bahkan warga yang tinggal di sekitar padepokan yang sudah berdiri sejak puluhan tahun lalu itu ikut mengalami hal itu.
Salah seorang yang mengalami langsung adalah Ranto, seorang pedagang sate Madura yang sering nongkrong di pertigaan Bedowo, tepatnya di sisi utara batas komplek padepokan yang dikelilingi tembok batu bata merah. Jika dicermati mengingatkan kita pada kondisi fisik bangunan di jaman kerajaan tempo dulu.
Menurut Ranto, secara tak sengaja malam itu dirinya memergoki seseorang turun dari ojek kemudian masuk gerbang padepokan. Langkahnya yang setengah diseret karena beban barang bawaan, juga nampak terburu-buru seolah kedatangannya enggan diketahui orang. Malam berikutnya Ranto kembali memergoki orang tersebut. Kali ini ia tidak sendiri, tetapi ditemani dua orang, satu masih muda yag satunya sudah beranjak tua.
Awalnya Ranto tak menaruh curiga, la menduga mereka merupakan orang tua wali murid santri atau tamu yang mempunyai kepentingan dengan pimpinan padepokan, Gus Anto. Namun, ketika dibuntuti diam-diam, kecurigaannya kian berlipat manakala melihat apa yang terjadi di hadapannya.
Satu dari ke tiga orang tadi nampak sudah duduk di depan altar dalam sebuah bangunan berbentuk joglo. Sikapnya seakan sedang melakukan semedi. Sedangkan kedua temannya, nampak menyiapkan beberapa macam syarat ritual sebagai mediasi. Tak beda dengan persyaratan ubo rampe dalam pemanggilan sosok makhluk halus.
"Setelah menyaksikan kejadian malam itu, saya semakin yakin apa yang ditudingkan orang bahwa padepokan itu sekarang bukan lagi sebagai pencetak santri-santri wulung (mapan), tetapi sudah menjadi lokasi perburuan harta gaib semata. Biasanya dalam prosesi seperti itu selalu meminta bantuan makhluk halus yang bercokol di situ. Jadi tak beda jauh dengan upacara prosesi pesugihan di tempat angker," tutur pria yang mengaku sudah dua tahun berjualan.
Sejak menyaksikan peristiwa tersebut Ranto mengaku selalu gelisah dan ragu-ragu ketika hendak mangkal di pertigaan tersebut. Terlebih setelah diberitahu tetangganya yang menitipkan anaknya di situ.
"Dia mengaku pernah melihat sosok makhluk halus ketika tetangganya itu bermalam di sana," tutur Ranto. Bahkan sang tetangga menyarankan agar ia waspada selagi berjualan. Sebab, kata dia, orang yang telah bersekutu dengan bangsa siluman selalu minta tumbal nyawa.
Biasanya tindakan tersebut dengan cara membuang sesaji di sembarang tempat. Gunanya agar media pancingan tersebut ditemukan calon korban. Jika orang tersebut menemukannya, alhasil orang tersebut akan menjadi tumbal pesugihan.
Sejak adanya keanehan di padepokan itulah Ranto memutuskan untuk tidak berjualan di Bedowo, seperti yang dilakukan sebelumnya. Tidak berlebihan jika kemudian banyak orang yang menganggap Padepokan Pasujudan Santri Luwung sudah menjadi lokasi perburuan sinkretisme dalam peribadatan yang diajarkan.
"Bukan hanya saya, warga Bedowo lainnya juga sudah banyak yang mengetahui hal tersebut," imbuh Ranto saat ditemui penulis di lokasi dagangannya yang sekarang, di dekat halte bis antar propinsi.
Penuturan yang sama juga diungkap Minem, asal Desa Karangmalang. Dia mengaku mengalami kejadian aneh sebelum peristiwa pembakaran padepokan Sabtu 23 November 2013 lalu, terjadi.
Minem mengaku pernah sekali mendengar suara hiruk-pikuk sekelompok orang layaknya sedang ritual. Selain terciumnya bau wangi kemenyan dupa ratus yang diselingi suara burung goak di sekitar ponpes hingga membuat merinding bulu kuduk. Namun karena lokasi tersebut tertutup rapat dari dunia luar, maka sangat sulit untuk mengecek kebenaran tersebut. "Waktu tercium bau wangi dupa ratus, lokasi itu tiba-tiba menjadi gelap entah sengaja dimatikan atau memang oglangan, pokoke peteng mas," tutur Minem dengan mimik serius.
Minem yang waktu itu sedang membeli sate, menjadi ketakutan, la menjadi bingung untuk mengambil arah jalan pulang. Atas saran Ranto, ia kemudian pulang lewat sisi timur tembok.
Biasanya jalan tersebut selalu ramai meski hari sudah malam. Mungkin sedang apes, waktu itu jalan tersebut terlihat sepi meski ada sedikit penerangan cahaya dari rumah-rumah di sekitar. Saat itulah ia mendengar suara orang berguman. Ketika ia melihat ke gerbang gapura padepokan Minem terperanjat. Sebab di situ ia melihat bayangan sosok tinggi besar. Saking tingginya makhluk tersebut hampir sama dengan tinggi gapura. Tentu saja penampakan tersebut membuat wanita yang waktu itu sedang menginap di rumah ibunya, jadi ketakutan. Tak ingin terjadi sesuatu, Minem langsung lari tanpa menengok lagi.
Sejak tersiar adanya penampakan makhluk halus, tak banyak warga yang berani melintas di jalan depan padepokan di malam hari. Namun demikian, ada juga beberapa di antaranya yang bernyali besar ingin membuktikan rumor tersebut. Mereka yang bernyali itu adalah Min Begu. Lelaki yang mengaku pernah tinggal di Dusun Bedowo selagi masih jadi suami Ponirah dan kini setelah bercerai dia kembali kepada orang tuanya di Masaran.
Kala itu Min Begu memang ingin sekali bertemu langsung dengan sosok siluman padepokan. Bahkan mengaku, sudah berulang kali memasuki kawasan tersebut secara mencuri-curi. Namun setiap kali menginjakan kaki di areal padepokan yang luas itu, dengan niatan seperti itu, namun tak sekalipun makhluk tak kasat mata itu menampakan wujudnya. Akhirnya iapun melupakannya. Akan tetapi mendadak keinginannya muncul kembali manakala Wagiman, temannya yang memiliki kemampuan supranatural, berkunjung ke rumahnya.
Dan ketika Min Begu iseng-iseng cerita menyinggung masalah padepokan, Wagiman langsung tanggap. Bahkan temannya itu menyarankan Min Begu agar puasa melekan semalam suntuk jika ingin melihat wujudnya. Selain itu harus pula membawa persyaratan khusus, yaitu candu, yang jadi kesukaan bangsa siluman.
"Coba kamu lakukan melekan (tidak tidur) pasti kamu akan tahu sendiri sejenis apa makhluk tersebut. Waktu yang paling afdol untuk melekan adalah malam Jumat Kliwon," ujar Min Begu, menirukan saran Wagiman.
Seperti yang disarankan pria asal Pilangsari Ngrampal dimana Min Begu harus membawa persyaratan lengkap termasuk candu untuk ritual. Tepat malam Jumat Kliwon, ia memasuki areal padepokan.
Setelah memilih lokasi yang dianggap cocok, di atas sebuah gumuk ia kemudian duduk bersila dengan khusyu'. Entah mantra apa yang dibacanya waktu itu, yang jelas beberapa saat setelah keadaan hening, candu yang dibawanya dari rumahpun dikeluarkan. Perlahan dan hati-hati kemudian ia membakarnya. Seketika, bau wangi candupun menyebar ke seantero gumuk lain di sekitarnya.
Pertama, tak ada reaksi apa-apa. Namun selang beberapa saat kemudian, terjadi sesuatu yang ganjil. Min Begu mulai mendengar adanya suara menggeram mirip suara genderewo. Oleh Min Begu suara tersebut dianggap illusi semata. Karenanya, iapun akhirnya memadamkan candu tersebut dengan harapan agar tak mendengar suara tersebut.
Akan tetapi pemandangan selanjutnya sungguh membuat bulu kuduknya berdiri. Sosok bayangan tinggi besar tahu-tahu sudah berdiri tak jauh dari tempatnya duduk. Bayangkan, untuk melihat bayangan wajahnya saja, Min Begu harus mendongak ke atas. Saat berdiri tinggi tubuh Min Begu hanya sebatas pinggang makhluk yang badannya penuh ditumbuhi bulu itu. Ternyata ada faktor lain yang membuatnya merinding. Wajah sosok itu sangat menyeramkan. Sepertinya sosok tersebut sedang geram.
Bisa jadi karena kehadirannya di tempat itu telah membuat sosok itu terganggu.
Sebenarnya Min Begu sudah mau berlari meninggalkan lokasi. Namun belum sampai mengangkat kaki, tubuhnya yang kekar keburu disambar sosok tersebut. Untung saja sambaran tersebut luput.
Namun demikian tetap saja tubuh Min Begu terlempar dan jatuh hanya karena kena angin yang ditimbulkan akibat tebasan tangan siluman tersebut. Menyadari yang di hadapannya itu sedang murka, Min Begu segera bangun dan lari. Namun tak ada kesulitan bagi makhluk itu untuk menangkap Min Begu. Alhasil, ia tertangkap dan diremas hingga nyaris tak bisa bernapas. Setelah itu tubuhnya dilempar hingga membentur dinding tembok. Sekitar itu ia tak ingat apa-apa lagi. Pingsan.
Min Begu baru tersadar keesokan paginya ketika terdengar keributan di luar tembok padepokan. Meski tubuhnya tegap masih ngilu, namun telinganya masih mampu mendengarkan perang mu -* seni adu argumen menyangkut keberadaan padepokan.
"Ternyata keributan yang saya dengar waktu itu dipicu oleh dua kelompok. Kelompok yang diusung warga setempat ternyata menggugat keberadaan padepokan yang menurut mereka berdiri di atas lahan yang masih sengketa. Selain itu massa yang telah disulut emosi, menganggap padepokan tersebut telah melanggar etika dan fungsinya yang telah meresahkan warga, terkait dengan ajaran-ajarannya yang dianggap sesat dan menyimpang dari ajaran agama," kata Min Begu. Bukan hanya sesat, padepokan tersebut konon juga dijadikan anjang perburuan harta gaib.
Dari hasil penelusuran penulis di lokasi, apa yang dikatakan Min Begu di atas terkait dengan perburuan harta gaib, ternyata kurang benar. Lain lagi dengan yang dikatakan Joko, salah seorang warga setempat yang berhasil penulis temui.
Apa yang dikatakan orang-orang tentang siluman di lingkungan padepokan memang benar adanya. Namun, katanya lagi, sosok tersebut bukan sosok pemberi kekayaan sebagaimana yang dituduhkan warga, melainkan siluman yang memang sudah ada di kawasan tersebut jauh sebelum bangunan padepokan berdiri.
Bahkan masih menurut Joko, jauh pada masa pembentukan kota Sukowati (Sragen), siluman tersebut sudah menempati kawasan yang masa itu masih berupa kawasan hutan larangan, cerita kakek buyutku, dulu di lokasi ponpes ini berdiri pohon ringin kurung yang usianya sudah ratusan tahun. Katanya meski telah dilakukan upaya pengusiran dengan berbagai upacara sakral, tetap saja siluman itu tak mau meninggalkan lokasi itu. Mungkin sudah merasa nyaman, meski tempatnya sudah diobrak-abrik bahkan dibangun pondok pesantren," jelas pemilik ratusan ternak itik itu.
Selanjutnya diceritakan Joko. Seperti yang dikisahkan kakek buyutnya, bahwa siluman itu sudah ada disana semenjak pemberontakan di daerah Grobogan Purwodadi di bawah adipati Martapura. Dan hanya pangeran Mangkubumi dari Surakarta Hadiningratlah yang berhasil memadamkan pemberontakan tersebut. Karena kemenangan itu, pangeran mendapat anugrah berupa tanah Sukowati seluas 4000 karya. Namun tak disetujui oleh patih Pringgalaya dengan alasan bahwa adipati.
Martapura belum tertangkap. Akhirnya tanah milik pangeran Mangkubumi di Sukowati dikurangi melalui gubernur jendral Baron Van Inhoff menjadi 2000 karya. Tindakan inilah yang menyakitkan pangeran Mangkubumi baik terhadap Sunan Paku Buwono II yang memiliki mudah terhasut, juga terhadap patih Pringgalaya dan kompeni Belanda.
Maka Pangeran Mangkubumi bersama Pangeran Wijil II (Pangeran Krapyak) memutuskan pergi dari Surakarta menuju Sukowati. Peristiwa itu terjadi pada hari Sabtu Kliwon malam Ahad Legi tanggal 4 Jumadiawal tahun Dai 1671 (Jawa) atau tanggal 19 Mei 1746 Masehi.
Dikisahkan, dalam perjalanan banyak daerah-daerah rawan dan hutan belantara yang dihuni para siluman atau makhluk halus yang mereka lalui. Di antaranya, Cemara, Tingkir, Wana sari, Karangsari, Ngerang, Krapyak, Butuh guyang dan Bedowo. Di daerah Krapyak dan Bedowo inilah pangeran Mangkubumi dan pangeran Wijil II membuka alas belantara dan bersahabat dengan para siluman sebelum akhirnya melanjutkan perjalanan ke daerah Pandak Karangnangka di wilayah Sukowati. Di sanalah pangeran Mangkubumi membentuk pemerintahan dan menjabat sebagai kepala pemerintahan Sukowati (sekarang Sragen), serta menyebut dirinya sebagai pangeran Sukowati.
Senada dengan Joko, Yoga Wiguna - salah satu orang dalam padepokan juga menjelaskan, sebenarnya jika saja massa waktu itu mampu menahan diri mungkin saja peristiwa perusakan dan pembakaran padepokan tak akan terjadi, padepokan yang di kenal masyarakat dengan sebutan padepokan Bumi Arum, sebenarnya memang sedang dibelit masalah sengketa lahan. Akan tetapi entah pihak mana yang telah memprovokasi hingga menjadi bersitegang antara pemilik lahan dengan pimpinan padepokan. "Mungkin berawal dari sengketa lahan inilah yang menjadikan massa nekat membakar padepokan," ungkapnya.
Terkait adanya isu sesembahan ataupun prosesi ritual pesugihan di lokasi padepokan secara sembunyi-sembunyi, dengan tegas Yoga membantahnya. Menurut dia, isu itu sangat tidak bertanggung-jawab dan hanya hanya memperkeruh keadaan saja.
"Kalau tirakatan atau wirid memang sering dilakukan di ponpes ini. Rata-rata mereka adalah jamaah yang terbelit masalah, bukannya meminta harta ke sosok siluman," tegas Yoga Wiguna - yang juga kuasa hukum padepokan Pasujudan Santri Luwung, seraya megatakan perusakan dan pembakaran tersebut gara-gara hasutan pihak tertentu yang tidak menginginkan padepokan berdiri di sana.
Situasi memanas di lokasi memang masih terasa manakala penulis terjun menyisir lokasi bekas pembakaran tersebut. Padahal saat ini kondisi bangunan padepokan sudah rata dengan tanah. Lokasi tersebut juga sudah disegel dan ditutup untuk umum. Bahkan pemilik ponpes dan jajarannya sudah diamankan pihak kepolisian. Namun warga sekitar padepokan masih mencurigai orang tidak dikenal yang masuk ke dusun Bedowo. Apalagi jika orang tersebut kepergok sedang ada dalam kawasan padepokan untuk melihat-lihat kawasan tersebut. Mereka langsung curiga dan menganggap orang tersebut adalah sekutu dari pihak pemilik padepokan.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Itu sih foto padepokan talang yg berada di semarang,,,, bukan sragen.
BalasHapusBukan pesantren
BalasHapusArtikel yang sangat bagus, deskripsi yang sangat baik dan mudah di mengerti. Situs web Anda sangat membantu. Terima kasih banyak sudah berbagi !
BalasHapus