KISAH MISTERI : Legenda Pangeran Codet


Bermula sekitar rentang abad 18, di daerah Condet, yang terletak di bilangan Jakarta Timur, Dahulu, Condet, yang terletak di bilangan Jakarta Timur, hidup seorang pangeran yang kaya raya yang bernama Pangeran Geger. Namun, karena memiliki bekas luka di dahinya, ia lebih akrab disapa dengan Pangeran Codet.

Dalam kehidupannya, ia memiliki seorang istri yang bernama Polong, dan dikaruniai lima orang anak yang salah satunya bernama Maemunah. Tak ada yang bisa memungkiri, Maemunah adalah sosok wanita yang amat diidam-idamkan oleh seluruh lelaki yang ada d dunia. Betapa tidak, selain berkulit kuning langsat dan wajah nan rupawan, ia juga memiliki tutur kata yang halus dan menyayangi segala makhluk ciptaan-Nya.

Hari terus berganti, hingga suatu ketika, datang seorang pemuda tampan berasal dari Makasar yang bernama Astawana.
Tanpa ragu, setibanya di depan rumah yang dituju, sang pemuda tampan pun uluk salam; "Assalamualaikum..."
Tak berapa lama, dari dalam rumah, terdengar suara merdu yang meruntuhkan hati siapa pun yang mendengarnya; "Waalaikumssalam..."

Seiring dengan itu, muncul tubuh Maemunah yang langsung melontarkan senyum serta mempersilakan tamunya untuk duduk di teras rumahnya; "Silakan duduk, Bang..."
Setelah membungkukkan badannya sebagai penghormatan, Astawana pun duduk, Sementara itu, Maemunah segera masuk ke dalam dan memberitahu ayahnya bahwa ada tamu.

"Maaf anak muda, Anda siapa ada maksud apa datang kesini?" Tanyanya penuh selidik.
Astawana pun memperkenalkan diri, serta memberitahukan tujuannya. Pangeran Codet agak terkesiap mendengar nama dan pengakuan pemuda yang duduk di depannya itu. Setelah dapat menguasai diri, ia pun berkata dengan nada gembira; "Oh ... ternyata Pangeran Astawana yang sakti itu."

"Ah tidak, hanya kebetulan, yang kenal terlalu melebih-lebihkan," kata Astawana merendah.
Mendengar kata-kata tamunya, hati Pangeran Codet pun jadi semakin mantap. Mudah-mudahan, Astawana memang benar-benar lelaki yang berwatak baik, demikian bisik hatinya.

Lamunan itupun buyar tatkala Maemunah datang sambil membawa minuman. Setelah meletakkan cangkir di meja, sang ayah pun dengan serta merta menyampaikan maksud kedatangan tamunya; "Duduk dulu di sini, ayah mau memperkenalkan diri sama tamu kita. Apa Mae sebelumnya sudah saling kenal?" Kata Pangeran Codet dengan harap-harap cemas.

"Mae hanya pernah dengan namanya Ayah," sahut Maemunah lirih.
"Oh ... Mae harus tahu, ia datang kesini untuk melamarmu," kata sang ayah dengan mantap.
Maemunah tersenyum dan sejenak terdiam. Tak berapa lama kemudian terdengar katanya; "Lamarannya bakal saya terima, jika, ia mampu membuat dua rumah di tempat yang berbeda dalam waktu semalam. Jika berhasil, anggap itu sebagai mas kawinnya."

Selagi Pangeran Codet menggeleng-gelengkan kepala tanda tak mengerti, terdengar suara Astawana; "Jika itu yang dikehendaki, saya sanggup untuk memenuhinya."
Dan benar, setelah berdoa dengan khusyuk, maka, dua rumah di tempat yang berbeda berhasil ditunaikan oleh Astawana dalam waktu semalam. Dan beberapa waktu kemudian, perhelatan yang demikian megah pun digelar untuk merayakan pernikahan Astawana dengan Maemunah. Namun, takdir berkehendak lain.

Beberapa hari setelah pernikahan keduanya, sang ayahanda tercinta, Pangeran Codet pun meninggal dunia dan seluruh kekayaannya diwariskan kepada Maemunah. Dan sejak itu, Maemunah menjadi penguasa di daerah Condet.

Tak ada yang berubah dari Maemunah. Kehalusan budi serta perhatian serta kasih sayangnya kepada setiap makhluk, membuat semua rakyat menjadi senang, sejahtera dan bahagia.
VOC ternyata tak ingin melihat ada pribumi yang berhasil. Hingga pada suatu hari, dengan dikawal oleh sepasukan serdadu, Jan Arment sengaja datang ke rumah Maemunah untuk merampas seluruh hartanya. Penjajah benar-benar ingin menguasai seluruh daerah Condet....

"Hi... Inlander, krijg jeult voordat iktedwingen (Hai... inlander, keluar koe sebelum aku masuk untuk memaksa)!" Demikian teriaknya.
Karena terkejut, dengan serta merta, Maemunah dan Astawana pun ke luar dari rumahnya. 'Apa maksud Tuan?" Tanya Maemunah dengan bingung.

"Ik Ik wil de hele sehat (aku menginginkan seluruh hartamu)," katanya dengan nada sengit, "Snel indienen letters van uw land, zo niet, kan dit zwaard uw keel door te snijden (dan cepat serahkan seluruh surat-surat tanahmu, jika tidak, pedang ini akan menebas lehermu)!"
Alih-alih takut, Astawana langsung berdiri di depan istrinya dan berkata dengan sinis; "Tuan, silakan cari lawan yang seimbang."-

Karena mendapat perlawanan, Jan Arment pun lansung menghunus pedangnya. Tetapi apa yang terjadi, belum lagi pedang terhunus sempurna, sebuah tendangan telak mampir di pinggangnya. Akibatnya, Jan Arment pun jatuh tersungkur dan terguling beberapa kali.

Ketika para begundalnya berdatangan untuk membantu, dengan cepat Jan Arment pun melarang sambil mengajak mereka pergi dan berkata dengan nada penuh ancaman; "Deze keer heb ik verloren, maar, vergeet niet wraak (Sekali ini aku kalah, tetapi, ingat pembalasanku)"
"Silakan," sambut Astawana dengan nada yang tak kalah sinis.

Beberapa kali Jan Arment datang, tetapi sebanyak itu pula ia harus menelan kekalahan. Karena terus menerus menelan kekalahan, akhirnya, Jan Arment pun mencari orang yang mau berkhianat dengan memberitahu kelemahan Astawana. "Ik wil niet weten, hoe uw zoekopdracht Astawana zwakte ten koste van alles (Saya tidak mau tahu, cari kelemahan Astawana bagaimana 'pun caranya)!" Katanya sambil menggebrak meja.

Semua yang mendengar hanya bisa diam. Tak ada seorang pun yang berani membantah kata-kata Jan Arment.
"inmiddels opgeheven, zwaktes astawana informatie moet ik drie dagen later ontvangen (Sekarang bubar, informasi kelamahan astawana harus sudah saya terima tiga hari kemudian)!" Perintahnya sambil membubarkan pasukannya.

Hingga akhirnya, berkat usaha pengkhianat, kelemahan Astawana pun berhasil diketahui oleh Jan Arment dan pada hari yang ditentukan, pasukan Belanda berhasil memukul Astawana dari Condet dan berhasil menguasai daerah itu.

Perlakuan Belanda yang sewenang-wenang terhadap rakyat, membuat mereka menjadi marah dan diam-diam, di bawah pimpinan Entong Gendut, mereka pun belajar silat tanpa kenal lelah. Hampir tiap ada waktu, mereka selalu berkumpul untuk berlatih, berlatih dan terus berlatih. Setelah masing-masing merasa puas dan benar-benar menguasai jurus silatnya, maka, waktu penyerangan dan strategi pun diatur....

Pihak belanda yang tak pernah menyangka bakal mendapat serangan balik dari rakyat Condet jadi begitu terkejut. Sekali ini, walau mereka bersenjata api lengkap, tetapi, semangat dan jurus-jurus silat yang sudah dikuasai dengan demikian matang, membuat pihak Belanda jadi kocar-kacir. Banyak di antara mereka yang mati dengan simbahan darah serta luka menganga di bagian tubuhnya....

Karena yakin tak bakal bisa memenangkan pertempuran, akhirnya, terdengar suara Jan Arment yang penuh ketakutan; "Alles... retraite (semuanya ... mundur)!" Teriakan itu terus diulang-ulang sambil berlari menjauh dari musuh- musuhnya. Dan sejak itu, kehidupan berjalan dengan normal dan daerah Condet pun kembali dikuasai oleh Maemunah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar