Kisah Misteri :Sepasang Mustika Ular di Kepala Lobster


Mungkin sudah sangat tepat dan berjodoh, jika KRT Joyodipuro, atau sapaan akrabnya mas nggung ini yang Kepalanya sedang terasa pening, menuju salatiga tempat saudaranya, dan kemudian memancing  di Rawa Pening.

Dalam pengobatan Cina ada istilah racun dilawan racun, mungkin Mang Nggung ini juga punya pola pikir sama, pening disatukan dengan Rawa Pening, biar sekalian puyeng.

Legenda Rawa Pening sangat termasyhur, karena ada keterkaitan dengan kisah tombak pusaka Baru Klinting, milik Ki Ageng Mangir Wanabaya lll, warisan dari kakeknya Radyan Wanabaya. Radyan Wanabaya ini putra dari Radyan Lembuamisani yang tak lain putra Brawijaya V (Pamungkas/Susuhunan Lawu Sepuh).

Radyan Wanabaya akhirnya tinggal di Desa Mangir yang zaman dulu merupakan bumi perdikan (tanah merdeka) karena jasanya membela Sultan Hadiwijaya ketika terjadi intrik perebutan tahta di Demak dengan Haryo Penangsang. Akhirnya Radyan Wanabaya diwisuda menjadi sesepuh Tanah Perdikan Mangir, dengan sebutan Ki Ageng Mangir Wanabaya I.

Ki Ageng Mangir Wanabaya I, sangat suka bertapa, dan yang diinginkan agar kelak anak keturunannya menjadi raja Tanah Jawa. Sayangnya permohonannya itu tidak terkabul. Dari perkawinannya dengan isteri tuanya, lahir Ki Ageng Mangir Wanabaya II sebagai penerusnya.

Selain itu Ki Ageng Mangir wanabaya I, mempunyai anak dari putri Demang Jelagong. Ketika ada perayaan di Tanah Perdikan Mangir, semua warga hadir, tak terkecuali Putri Demang Jelagong.

Gadis muda ini cantik, sehingga sangat menarik hati Ki Ageng Mangir wanabaya I. la dikersakne/diselir. Dari hubungan itu akhirnya Putri Demang Jelagong hamil dan melahirkan bayi laki-laki tapi berujud seekor ular. 

Karena malu, ular itu disembunyikan di Kademangan Jelagong. Namun makin hari, ular ini tumbuh luar biasa besar. Akhirnya setelah dewasa, ia menanyakan siapa oapaknya. Dan oleh ibunya dijelaskan, kalau ;؛caknya adalah Ki Ageng Mangir Wanabaya I yang sedang bertapa di Gunung Merapi.

Kisah ini sebenarnya sanepan yang dikiaskan. Hubungan Ki Ageng Mangir l dengan gadis desa, mungkin dianggap aib karena perbedaan kasta. Namun namanya genetik, ada istilah Gajah akan menurunkan Gajah. Meski anak yang lahir itu diibaratkan ular, tapi ular yang bukan sembarangan, ia menjelma menjadi Sang Naga.

la berhasil menemui ayahnya di pertapaan Gunung Merapi. Dan akan diakui anak, bila sanggup mengitari Gunung Merapi. Hal itu ia lakukan, namun hanya kurang sejengkal, maka untuk menyambung, ia menjulurkan lidahnya. Lidah ini oleh Ki Ageng Mangir Wanabaya I dipotong dan dijadikan tombak pusaka Kiai Baru Klinting yang sangat ampuh dan menggegerkan pemerintahan baru Mataram Senopaten.

Zaman dulu untuk diakui sebagai anak orang besar itu tidaklah mudah, la harus membuktikan kesetiaannya. Seperti Joko Umbaran (Panembahan Purbaya I/
Banteng Mataram) baru diakui oleh ayahnya Panembahan Senopati, setelah disuruh membunuh ibunya Niken Purwasari, dan dilanjutkan pertempuran demi pertempuran, demi kejayaan Mataram.

Begitu pula ular Baru Klinting ini. la baru akan diakui oleh ayahnya bila sanggup melingkari Gunung Merapi, yang menurut beberapa sesepuh mengumpulkan orang- orang untuk dididik menjadi pasukan, yang tentunya untuk mendirikan kerajaan baru, sesurutnya Demak dan Pajang nantinya.

Setelah berhasil, ia menghadap ayahnya, namun sepertinya sang ayah maiu, maka untuk menghilangkan jejak sebagai keturunannya, lidahnya dipotong, ibaratnya perkara yang dipetieskan, agar berita itu tak menyebar kemana-mana. Kemungkinan Baru Klinting terbunuh, dan namanya diabadikan dalam sebilah tombak pusaka yang diberi nama Kiai Baru Klinting.

Namun, orang yang menanam itu akan menuai hasilnya. Itu terjadi pada cucunya,
yaitu Ki Ageng Mangir Wanabaya lll yang akhirnya melalui strategi Ki Juru Mertani yang halus, dipikat dengan putri Panembahan Senopati, Rara Pembayun. Ketika sungkem di Mataram, kepalanya dibenturkan di selo gilang, hingga pecah.

Sukma Baru Klinting yang belum rela mati mengembara, dan masuk ke dalam raga seekor ular yang ada di lereng Merapi bagian kulon (barat). Saat itu penduduk Desa Pening sedang mengadakan pesta bersih desa. Saat mau mencari kayu bakar, salah satu sabitnya mengenai ular yang sedang bertapa itu, dan darahnya mengucur. Maka ular itupun dibawa ke kampung, dagingnya dicincang.

Ruh bocah ini tidak terima, ia menyamar sebagai anak gembel yang kelaparan. Oleh penduduk Desa Pening ketika minta makan tidak dikasih dan diusir. Di tengah perjalanan ketemu Mbok Rondho (janda) yang miskin, la diberi makan nasi. Setelah kenyang, ia berpesan kepada Mbok Rondho agar setelah matahari condong ke Barat segera naik perahu lesung. 

Dan bocah itu kembali ke pesta dengan membawa sebatang lidi, la tancapkan lidi (sada lanang) itu di tengah altar dan menantang semua orang yang hadir untuk mencabutnya, la dilecehkan, namun akhirnya tak ada yang berhasil. Setelah habis semua mencoba, bocah itu mencabut lidinya sendiri, dan seketika dari dalam air keluar sumber yang sangat deras dan menenggelamkan Desa Pening beserta penduduknya yang kikir itu.

Akhirnya hanya Mbok Rondho Dadapan sendiri yang selamat. Saat ia sedang naik perahu lesungnya, dari dasar laut muncul seekor ular yang sangat besar. Ular itu bisa tata-jalma; yang mengatakan kalau dirinya akan menuju ke laut kidul untuk bergabung dengan Khanjeng Ratu Kidul. Sosok Baru Klinting inilah yang sering menjadi titihan/ kendaraan Khanjeng Ratu Kidul.

Sepeninggal Baru Klinting, Mbok Rondho Dadapan, yang sebenarnya Jelmaan Khanjeng Ratu Kidul, karena welas/kasihan dengan nasib Baru Klinting ini, moksha, dan kembali ke Kerajaan Selatan, la kemudian menugaskan dayang-dayang terkasihnya; Dewi Urangayu dan Dewi Barunawati, untuk menjadi penjaga gaib/ Dahnyang Rawa Pening.

Mustika Udang
Ketika Mas Nggung, sedang memancing di Rawa Pening ini, ada kejadian aneh. Dihari pertama bulan Agustus 2013 lalu, ia tak mendapatkan satupun ikan, meski hanya sebesar jari kelingking. Padahal orang-orang di sekitarnya mendapat banyak.

Hari keduapun, dilalui dengan kehampaan tanpa hasil sedikitpun jua. Baru pada hari ketiga inilah terjadi keanehan, la seperti mendapat berkah, ikan lele sebesar lengan orang dewasa diperolehnya hingga satu ember penuh. Dan ketika sore hari, waktu mau pulang, pancingnya tiba-tiba seperti ada yang memakannya. 

Waktu ditarik senarnya, ternyata dapat lobster air tawar cukup besar. Merasa penasaran, ia mengulur waktu pulang dan memancing lagi. Dan hanya lima menit saja kailnya mendapat lobster air tawar lagi, bahkan lebih besar dari yang pertama.

Setelah 3 hari di tempat saudaranya di Salatiga, iapun pulang ke rumahnya Bumi Sukowati. Sesampainya di Solo, ia mampir ke rumah temannya, dan ikan lele satu ember yang didapat dari Rawa Pening itu diberikan semua. Mas Nggung hanya membawa dua lobster saja. Sampai di rumah, lobster yang satunya dimasak dengan isterinya, yang kebetulan sedang mengandung bayi ke-4 nya.
Tidak terjadi hal yang ganjil. Lobster yang 1 lagi, dimasukkan kulkas.

Tiga hari kemudian, lobster satunya dimasak, ketika Mas Nggung kelaparan pulang main dari rumah teman jam 12 malam.

Tak ada makanan, ya, lobster yang tersisa digoreng untuk mengisi perutnya. Dan saat membelah kepala lobster itu terjadi keanehan.

Tiba-tiba angin bertiup sangat kencang, pintu dapur seperti digedor-gedor orang. Efeknya tikus yang banyak terdapat di dapur pada lari semua.

Ketika kepala lobster itu dibelah, keluar dua butir batu putih yang sama persis. Batu itu ia bersihkan, dan bentuknya setengah bulat, di dalamnya agak cekung. Kedua batu itu bila disatukan akan membentuk bulatan.

Pagi harinya, batu itu di bawa ke tempat sudaranya yang tinggal di Mojolaban. Menurut saudaranya, Raden Kumiter, "Ini masuk Mustika Udang. Baiknya kamu buka usaha kuliner saja, syukur-syuki, yang berkaitan dengan ikan, baik air tawar : maupun makanan seafood, pasti berhasil
"iya, Dimas, aku ngumpulin modal dulu."

Jawab Mas Nggung
"Sepertinya ini.ada kaitannya dengan laut kidul, mas. Suatu saat pasti aka ada petunjuk ؛ dari Gusti Allah."

Pada tanggal 15 September 2013, Mas Nggung, pas siang hari dari Cileungsi menuju i ke Pelabuhan Ratu, naik bus, kebetulan dapat i duduk kursi paling belakang. Karena capek, i ia ketiduran. Begitu terbangung, tempat duduk depannya sudah ada yang menduduki seorang wanita pakai celana panjang dan ؛ jaket jeans, tubuhnya langsing dan wajahnya : agak aneh, seperti dingin, unik, dan penuh ؛ misteri. 

Sampai di pelabuhan Ratu dia turun, dia ikuti terus wanita itu, tapi langkah Mas Nggung kalah cepat. Saat ada tikungan wanita itu hilang dan Mas Nggung kehilangan
Akhirnya dari pelabuhan Ratu, Mas j Nggung naik angkot menuju Karang Hawu. Usai berdoa, mata Mas Nggung melihat ؛ sesosok lukisan yang ternyata wajahnya : sangat mirip dengan wanita yang ada di bus ؛ tadi. Hatinya langsung berdebar.

Hingga sekarang, sosok wanita itu ؛ belum terpecahkan oleh Mas Nggung.
Namun dugaan kemungkinan, pasti ada hubungannya dengan dua batu Mustika Udang ini. Dan terhitung 10 Oktober kemarin, Mas Nggung sudah siap-siap buka kuliner.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar